Kenyataan adalah guru utama. Tantra mengajarkan kita berpegang teguh terhadap realitas tanpa tergoyahkan oleh dogma, hidup dalam harmoni dengan hukum karma, serta menyerahkan diri sepenuhnya pada keberadaan.
Kenyataan adalah inti dari setiap perjalanan spiritual. Tulisan kami kali ini adalah menyelami hubungan mendalam antara kenyataan, agama, dan Tantra, mengupas bagaimana hukum karma mempengaruhi hidup setiap individu. Dalam pencarian kebenaran, agama sering kali menjadi penuntun awal, tetapi Tantra menawarkan pendekatan lebih langsung, juga universal, memandang segala hal melalui lensa kesadaran, serta penyerahan diri.
Dengan memahami hukum sebab-akibat, kita diajak merangkul kenyataan sepenuhnya, tanpa bersembunyi di balik ilusi atau doktrin, sehingga para pembaca mampu menerima kenyataan apa adanya, mengatasi keterbatasan diri, serta menemukan kemurnian persepsi sejati.
“Selalu lebih baik untuk hidup dengan kenyataan, karena bila tidak, tanpa disadari, kenyataan akan datang dan hidup bersama Anda.”
Berpegang Teguh Dengan Kenyataan
Menjadi religius, dalam arti sebenarnya sering disalahpahami maknanya, religius adalah kehausan diri akan air dari sumber realitas, kemudian mulai berjalan di jalur spiritual, artinya mengarahkan kompas menuju ke arah sumber mata air kebenaran sejati. Sementara agama-agama terorganisir, mendirikan perkemahan di hilir mata air tersebut, semuanya menyediakan peta samar, agar bisa menelusuri satu jalur menuju sumbernya. Namun, hanya satu peta menerangi semua jalur menuju ke arah roh melalui beragam medan kehidupannya, mampu diakses melalui satu-satunya agen penjelajahan spiritual bebas dogma di dunia, yaitu Tantra.
Tantra telah mengajarkan para praktisinya untuk fokus, serta mampu mengintensifkan keinginan akan kenyataan, sampai mereka belajar bagaimana mengatasi segala hal pengalihan tujuan dalam kehidupannya. Sehingga tidak ada lagi ada rangsangan internal atau eksternal, umumnya “cukup” menggelisahkan, tapi berakibat mengganggu, atau menghalangi upayanya untuk menenggak nektar keberadaan.
Kami sendiri tidak pernah percaya pada agama. Dimana seluruh agama terbatas, karena hanya berkonsentrasi pada satu aspek kebenaran. Itu sebabnya mereka selalu bertengkar satu sama lain, mereka mengira hanya kelompoknya pemilik kebenaran. Namun menurut kami, pengetahuan tidak ada habisnya, jadi tidak ada gunanya mencoba membatasinya pada satu kitab suci, atau pada satu pengalaman.
Ketika orang bertanya tentang agama apa yang kami anut, Kami sampaikan bahwa tidak percaya pada Sampradaya (sekte), Kami hanya percaya pada Sampradaha (pembakaran). Atau Bakarlah segala sesuatu penghalang persepsi Anda mengenai kebenaran.
Tantra Dan Hukum Karma
Tantra telah berusaha sekuat tenaga, untuk tetap berdiri tegak terhadap kenyataan, tanpa harus bersandar pada doktrin, atau keyakinan apapun meskipun dianggap cukup meyakinkan, berusaha menjalankan apapun yang harus dilakukan pada saat butuhkan, juga belajar apapun yang perlu diketahui di kuburan, atau tempat kremasi. Mereka memuja kematian agar bisa terlepas dari keterbatasannya, serta terlahir kembali dalam kemurnian persepsi.
Dengan menerima segala sesuatu dengan cinta yang datang kepadanya, serta memahami bahwa kenyataan apapun dalam kehidupannya, merupakan santapan dari hasil karma mereka sendiri. Hukum Karma, merupakan salah satu aksioma realitas paling mendalam, dan sangat membingungkan, ini adalah Hukum Sebab Akibat, atau hukum “apa yang ditabur, itulah akan dituai.” Dan Upanishad tertua mengungkapkannya sebagai berikut:
“Sesungguhnya, seseorang menjadi baik karena perbuatan baik, dan menjadi buruk karena perbuatan buruk.” (Brihadaranyaka Upanishad III.2.13). Hukum ini juga lebih dikenal sebagai Hukum Ketiga Newton tentang Gerak: Untuk setiap aksi ada reaksi sama besar, juga berlawanan arah.
Amanat hukum yang rumit serta ringkas ini, mengatur potensi implikasi tidak terbatas dari setiap tindakan kecil dari setiap aktor di alam semesta, meteor, dan mikroorganisme termanifestasi. Setiap orang hidup dalam lingkungan Hukum Karmanya di mana-mana, baik mereka menerima kenyataan tersebut atau tidak. Ketidaktahuan akan hukum ini bukanlah pembelaan di Pengadilan Sebab Akibat.
Kepercayaan Terhadap Hukum Semesta
Seperti dinyatakan oleh Sri Krishna dalam Srimad Bhagavata, “Karma adalah gurunya, bukan, itu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Dimana segala tindakan fisik atau mental telah dilakukan, dan Anda mengidentifikasi diri sebagai pelakunya, maka akan menjadi karma bagi Anda, juga menghasilkan reaksi pada akhirnya harus dialami.
Seperti halnya orang lain, baik penganut Tantra maupun Ateis, percaya ataupun tidak, setiap saat dalam kehidupannya, akan ikut mengonsumsi bagian dari biji karma yang telah matang. Demikian pula, setiap tindakan atau reaksi diidentifikasi sendiri hari ini, akan membentuk masa depan Anda dengan menyemai reaksi lebih lanjut.
Setiap individu adalah sekumpulan karma dari tarikan, serta penolakan dimasa datang. Meskipun kita semua secara fisik berbagi ruang dan waktu di Bumi, tapi skema sebab-akibat individual kita, telah menciptakan alam semesta pengalaman individual juga bagi kita. Jumlah alam semesta sama banyaknya dengan jumlah makhluk, masing-masing telah menentukan lokasi lingkungannya, baik dalam kondisi perang atau damai, kekayaan atau kekurangan, kesengsaraan atau kesenangan yang dibutuhkan oleh setiap jenis karma agar bisa berjalan.
Karena keterbatasan ruang, dan waktu, menghalangi segala sesuatu terjadi di dunia kita sekaligus, maka Hukum Karma menjadwalkan peristiwa-peristiwa tersebut terjadi tepat pada waktunya, setiap saat, di setiap kosmos baik besar maupun kecil. Setiap interaksi diantara dua alam semesta pengalaman berbeda, akan menciptakan karmanya sendiri juga menyebarkan reaksinya sendiri.
Semakin kuat individu mengidentifikasi diri dengan karma, maka akan semakin dekat pula pengalaman diri dengan reaksi dijanjikan. Meskipun sangat sedikit orang berhasil beralih dari agama asli ke Tantra, setiap orang bebas memanfaatkan kebenaran yang telah dihisap oleh Tantra untuk dunia bisa dibilang paling banyak.
Mengikuti Arus Kehidupan
Hal mendasar dari realisasi adalah, bahwa hakikat hidup bersama realitas adalah berserah diri secara terus-menerus terhadap segala hal yang ada. Kita telah menciptakan alam semesta pribadi melalui karma, sehingga harus hidup didalamnya baik suka ataupun tidak. Siapapun penabur angin pada akhirnya menuai angin puyuh. Namun, kebanyakan orang akan mencoba untuk melarikan diri dari badai karmanya sendiri, dengan mengurung dirinya di dalam rumah psikologis.
Tapi perlu diketahui, bahwa tidak ada bangunan tahan terhadap cuaca, atau mampu menahan terpaan angin puting beliung, gempa bumi, banjir serta kebakaran besar. Oleh karena itu, pada akhirnya setiap orang akan menyadari bahwa dirinya, telah menjadi tunawisma suatu saat nanti. Agama mungkin bisa menjadi tempat ideal untuk berlindung bagi Anda, serta bisa bebas berlindung selamanya di bawah atapnya, atau setidaknya sampai tiba badai melanda, sehingga menyebabkan tempat berlindung tersebut runtuh.
Para penganut Tantra telah menyadari, kelemahan bawaan dari seluruh ajaran tersebut, sehingga mengetahui bahwa sudah tidak ada rasa aman sepanjang hidupnya, kecuali kepastian bahwa kita semua akan kembali kepada-Nya. Sedangkan untuk mencegah kekacauan dari kepribadiannya di masa depan, mereka akhirnya bermigrasi ke kuburan, agar mampu menjalani hidupnya, dengan tidak ada hal lebih penting di atas kepalanya, selain berlindung dibawah payung Tuhan.
Kompleksitas tak terbayangkan dari Hukum Karma, telah membuat takut para sarjana terhebat, kecemasan akan kehilangan sebagian kemampuannya, bila dilihat melalui prisma penyerahan diri. Bila Anda memutuskan untuk berserah diri, serta bersedia untuk terus melakukannya, tentu akan menyederhanakan koreografi pribadi menjadi proses lebih mudah diatur, meskipun masih terlihat berbelit-belit dalam menentukan bagaimana, kapan, serta apa harus diserahkan.
Namun meskipun demikian, bila diterapkan dengan benar, akan membuat karma lebih mudah untuk dibayar, meskipun tidak menetralkan kekuatan membingungkan, serta mengkhawatirkan dari Hukum Karma. Hal ini juga tidak membuat logika karma menjadi lebih linier.
Kesimpulan
Hidup selaras dengan kenyataan, adalah langkah awal menuju pemahaman spiritual sejati. Tantra mengajarkan bahwa kejujuran terhadap realitas membebaskan manusia dari ilusi, memberi ruang bertransformasi diri lebih mendalam. Berbeda dengan agama-agama terorganisir seringkali justru membatasi perspektif pada satu jalur, Tantra membuka semua pintu menuju sumber realitas, memandang kehidupan saat ini sebagai peluang manusia untuk memperbaiki karma, juga memperdalam kesadaran.
Hukum Karma menegaskan, bahwa segala tindakan memiliki konsekuensinya sendiri. Melalui pendekatan Tantra, kita belajar menyerahkan diri pada kenyataan, membakar seluruh penghalang keterbatasan dari pandangan kita terhadap kebenaran, serta menerima setiap pengalaman hidup sebagai bagian dari perjalanan menuju pemurnian diri. Dengan pemahaman ini, individu tidak hanya menjalani hidup dengan kesadaran lebih tinggi, tetapi juga menciptakan hubungan harmonis dengan alam semesta.
Kesadaran spiritual itu sendiri bukan hanya sekadar kepercayaan, melainkan sebuah praktik hidup, juga berakar pada penerimaan secara mendalam. Ketika kita mampu menyerahkan ego, serta ilusi, kita selalu bisa menyadari bahwa kenyataan akan menjadi penuntun, membawa kita lebih dekat pada esensi keberadaan.
0 Comments
"Terima kasih banyak telah meninggalkan komentar di blog kami! Kami sangat menghargai partisipasi Anda. Komentar Anda membantu kami untuk terus berkembang dan memberikan konten terbaik. Kami akan segera membalasnya begitu kami online. Tetaplah terhubung dan terus berbagi pemikiran Anda!"