Sankhya dan Teori Karma: Evolusi Kesadaran dan Dualitas Alam

Sankhya dan Teori Karma: Evolusi Kesadaran dan Dualitas Alam

Sankhya memandang karma sebagai orkestrasi materi dalam sistem sebab-akibat. Dimana Purusha tetap murni, sementara Prakriti terus mencipta serta berevolusi, mencerminkan perjalanan jiwa.


Teori Sankhya, adalah salah satu fondasi filsafat India, memadukan pemahaman mendalam mengenai evolusi alam semesta, dengan hukum karma. Dalam pandangan ini, dualitas antara Purusha (kesadaran murni) bersama Prakriti (materi) menjadi inti dari kehidupan. Karma dimulai saat kesadaran memproyeksikan dirinya ke bentuk fisik, menciptakan tindakan, juga reaksi pembentuk perjalanan jiwa. Dengan menggali konsep ahamkara, guna, serta pancha mahabhuta, Sankhya menawarkan wawasan tentang bagaimana pikiran, tubuh, dan jiwa saling berinteraksi, dengan evolusi kesadaran. Tulisan ini mengeksplorasi keterkaitan antara karma, tubuh kausal, tubuh astral, dengan tubuh fisik sebagai peta perjalanan spiritual manusia.

Asal Mula Karma 

Teori Sankhya melihat alam semesta sebagai evolusi berkelanjutan, dari peristiwa “Big Bang”, dimana rasa keterpisahan berkembang, sebagai sebagian dari Singularitas, yaitu Realitas Tunggal sebagai bentuk tidak terwujud. Sedangkan bagian dari Realitas Tunggal yang melihat dirinya terpisah, dikenal sebagai Prakriti (Alam), sedangkan sisanya, yang masih mengingat bahwa Segalanya adalah Satu, disebut sebagai Purusa. 


Hukum Karma sendiri mulai berlaku pada saat Prakriti terpisah dari Purusha, sebagai tindakan pertama menjadi dasar berkembangnya seluruh tindakan lainnya, sehingga bisa dikatakan bahwa ini adalah suatu tindakan dimotivasi oleh keinginan, yang muncul secara spontan, dalam diri Purusha, guna menghasilkan individu-individu dengan kemampuan memahami, juga mengetahui hal itu. 


Tiap atom di kosmos mengandung sebuah fragmen Kesadaran Tunggal di dalamnya yang ingin dialami. Kesadaran terus berkembang dengan memproyeksikan dirinya ke tubuh fisik. Meski jumlah tersebut minimal pada materi “inert”(tidak bergerak) serta maksimal pada manusia, sehingga setitik kesadaran, juga kumpulan kesadaran diri yang telah dihasilkan, bisa muncul bahkan dibentuk materi paling padat sekalipun. 

Keberadaan Manusia Dari Ego dan Tiga Guna

Aktivitas manusia sangat bernilai dalam filosofi Sankhya, hanya sejauh ia membuat individu lebih sadar, terhadap kesadaran tidak terdiferensiasi itu. Prakriti sendiri bertugas membentuk, membatasi, serta mengakhiri. Setelah memproyeksikan dari Keesaan, Ia berevolusi menjadi kecerdasan transenden tidak terdiferensiasi atau mahat, kemudian membagi dirinya menjadi bagian-bagian ahamkara, sebuah kekuatan menciptakan “ke-Aku-an” dalam suatu organisme. Ahamkara (secara harfiah, “Aku atau Pencipta”), kekuatan ini memberikan makhluk hidup untuk memiliki rasa keberadaan individual, tanpa kehadirannya maka tidak akan ada pembedaan lebih lanjut yang mungkin bisa terjadi, yaitu memiliki keberadaan tiga guna, atau dikenal sebagai atribut: sattva (keseimbangan), rajas (aktivitas) dan tamas (kelembaman).


Sattva adalah “aku” yang menginternalisasi, yaitu kesadaran subjektif bersemayam di dalam suatu makhluk, sebuah atribut berfungsi untuk mengungkapkan keberadaan lingkungannya. Dari sattva, sebagai sifat bawaan dari pikiran yang berpikir, mulai mengembangkan sepuluh indera: mulai dari panca indera wawasan, berupa sentuhan, penglihatan, pengecapan, serta penciuman, melaluinya individu mampu menyerap dunia, selanjutnya ada panca indera tindakan, melaluinya individu menyampaikan sesuatu ke dunia, melalui ucapan (mewakili segala bentuk komunikasi), tangan (tindakan kreatif), kaki (penggerak), alat kelamin (reproduksi) dan anus (eliminasi).


Sedangkan Sattva adalah paling sadar diantara tiga kualitas ahamkara. Rajas adalah “Aku” yang mengeksternalisasi, “ aktif  serta selalu bergerak, mencari sesuatu untuk bisa digunakan sebagai  identifikasi diri. Tamas adalah “Aku” yang mengobjektifikasi, ekspresi individualitas bawah sadar, menyelubungi kesadaran seiring ia berkembang menjadi lima objek indra, yaitu suara, sentuhan, bentuk, rasa, serta bau. 

Wadah Karma Dalam Pancha Mahabutha 

Hal tersebut pada gilirannya menghasilkan Lima Elemen Besar atau dikenal dngan pancha mahabhuta yaitu, Ruang, Udara, Api, Air, dan Tanah, sebagai bahan penyusun segala sesuatu keberadaan di alam semesta termanifestasi (terwujud), termasuk tubuh fisik makhluk hidup.


Filosofi Sankhya menyatakan bahwa kehidupan yang diwujudkan, adalah berfungsinya secara bersama-sama sebagai satu kesatuan di satu tempat, pada satu waktu dari Lima Unsur Besar, sepuluh indera, keinginan, ahamkara, dan akal, semuanya dihidupkan oleh jiwa individu, yang merupakan sebuah refleksi dalam bidang materi Purusha kosmik. 


Dari keseluruhan ini, hanya Purusha itu sendiri sepenuhnya, bahkan selamanya, berada di luar bidang Hukum Karma. Segala keberadaan di dalam keseluruhan agregat alam semesta merupakan bentuk materi, sehingga membuatnya tunduk pada aksi, serta reaksi. Sedangkan Purusha adalah kehadiran dari kesadaran murni, juga pasif, tidak lagi berinteraksi dengan peristiwa yang sedang dirasakannya, ini mirip seperti sebuah layar film, ia tidak berinteraksi dengan gambar-gambar  yang telah diproyeksikan kepadanya. 


Semua bentuk tindakan, termasuk semua fungsi mental, adalah orkestrasi materi dalam sistem sebab-akibat tertutup, ini merupakan bidang Prakriti. Semua perbedaan sekunder baik (laki-laki/perempuan, tubuh/pikiran, rasionalitas/intuisi) hanya akan berpengaruh pada Prakriti, dan tidak memiliki efek sedikitpun pada Kesadaran Purusha itu sendiri.


Sankhya sendiri dalam arti tertentu, merupakan jenis filsafat materialis yang mengajarkan, bahwa bahkan pikiran paling remeh pun sama kuatnya dengan engsel pintu, bahwa semua pemikiran, betapa pun tergesa-gesa, serta asal-asalan, adalah sebuah tindakan pasti untuk menciptakan reaksi. Bahkan kesadaran itu sendiri adalah aktivitas penghasil karma ketika ahamkara sebagai kekuatan untuk mengidentifikasi diri, ikut mengidentifikasi perbuatan tersebut dengannya. Dimana persepsi tidak akurat justru akan mendorong ikatan lebih erat; sedangkan persepsi tepat akan mendorong kebebasan.

Ahamkara Dan Pembibitan Karma

Ketika ahamkara memperkuat identitas individu, ia juga memperkuat keterikatannya terhadap karma-karma sebelumnya, serta seluruh tindakan saat ini. Seluruh tindakan yang telah dilakukan, dan dengannya egonya individu mengidentifikasi diri, akan bertindak sebagai benih bagi seluruh reaksi karma, dimana masing-masing reaksi tersebut membutuhkan waktu sendiri untuk matang, serta menghasilkan buah. 


Sedangkan Ahamkara menanam benih-benihnya di tempat pembibitan halus, dikenal sebagai Karana Sharira (tubuh kausal). Benih-benih karma yang telah terkumpul di tubuh kausal, akan diam sampai tiba saatnya bagi mereka untuk bertunas. Begitu bertunas, jalan mereka berubah menjadi takdir. 


Ketika dewasa, mereka menghasilkan buah yang meresap ke dalam Sukshma Sharira (tubuh astral) dari individu. Setiap karma akan mendorong tubuh astral ( terdiri dari pikiran sadar, bawah sadar, dan bawah sadar) agar mendorong Sthula Sharira (tubuh fisik) menempatkan posisi dirinya tepat pada waktu, serta tempat, untuk menikmati hasil karma yang telah matang, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan, dari seluruh tindakan-tindakan individu di masa lalunya. 


Secara umum, tubuh fisik individu mencerminkan keseluruhan efek dari segala tindakannya di masa lalu, sementara tubuh astralnya mencerminkan keberadaannya saat ini. Tubuh kausal individu adalah masa depannya, wujud yang dihasilkan dari seluruh reaksi karma; menentukan bagaimana, serta di mana individu akan melanjutkan evolusinya.

Kesimpulan

Teori Sankhya memandang alam semesta sebagai proses evolusi kesadaran, dengan melibatkan hubungan Purusha (kesadaran murni) serta Prakriti (materi). Karma muncul saat kesadaran terpisah dari keesaan, menciptakan siklus tindakan, juga reaksi membentuk kehidupan. Ahamkara, sebagai kekuatan ego, memainkan peran penting untuk mengidentifikasi diri dengan tindakan, memperkuat keterikatan pada karma masa lalu, sehingga akan mempengaruhi perjalanan spiritual seseorang.

Tubuh kausal, tubuh astral, serta tubuh fisik, bekerja secara harmonis dalam sistem karma, masing-masing mencerminkan masa depan, masa kini, juga masa lalu. Prakriti, dengan atribut sattva, rajas, serta tamas-nya, terus menciptakan pengalaman baru, sementara Purusha tetap pasif, murni, tidak terpengaruh oleh karma.

Filosofi Sankhya tersebut memberikan panduan praktis, memahami kesadaran, karma, bersama evolusi spiritual, melalui pemahaman mendalam mengenai hubungan sebab-akibat di kehidupan ini.


Post a Comment

0 Comments