Karma bukan hanya aksi dan reaksi; itu adalah permainan kosmik Tuhan. Rina Bandhana mengajarkan, setiap hubungan adalah bagian dari hutang karma yang harus dilunasi. Memahami tubuh kausal, menghentikan kutukan, serta menciptakan karma baik untuk mengubah takdir.
Karma adalah hukum universal, mengatur setiap tindakan, baik atau buruk, juga menciptakan dampak pada kehidupan kita. Dalam tulisan kali ini, kami mengupas tuntas konsep Rina Bandhana (ikatan utang karma), serta bagaimana hal itu membentuk dinamika kehidupan manusia. Melalui ilustrasi nyata tentang hubungan ibu dan anak, yang terbelenggu karma buruk, kami mengajak Anda merenungkan makna mendalam dari hukum aksi serta reaksi ini.
Dengan pemahaman mengenai tubuh kausal, karma, juga kutukan, pembaca akan memperoleh wawasan baru mengenai jalinan takdir, permainan kosmik Tuhan. Selamat menyelami perjalanan spiritual menuju kesadaran lebih tinggi.
Karma Ibu Dan Anak
Semua orang telah memahami bahwa tindakan mengidentifikasi diri sendiri, baik dan buruk, akan bertindak sebagai penyebab, akhirnya menghasilkan akibat, baik dan buruk, yang harus dialami oleh individu. Lingkungan tempat kita tinggal kebetulan menjadi tempat yang bagus untuk berlatih mengetahui daftar karma dari orang lain, artinya mengetahui siapa berhutang karma kepada siapa.
Disini kita menyebutnya sebagai Rina Bandhana, atau ikatan hutang karma. Namun, izinkan kami memberi sedikit ilustrasi mengenai maksud tersebut agar Anda tahu persis apa yang dimaksud.
Ada seorang anak laki-laki yang hidup hanya bersama ibunya, ibunya jauh dari kata kasih, serta sayang, terhadapnya. Menganggap anak hanyalah beban yang harus dipikul sendiri. Sedari kecil hingga dewasa, anak laki-laki tersebut bekerja keras, serta terus berusaha memuaskan keinginan ibunya.
Namun, kekayaan yang diperoleh dari hasil keringat anaknya, membuatnya menjadi sombong. Ibu tersebut bertindak seolah-olah dialah orang satu-satunya orang paling berjasa, juga karena terlahir dari rahimnya, sehingga anak tersebut harus tunduk terhadap segala keinginannya.
Anak laki-laki tersebut adalah pemuja Tulus Dewi Tara, hingga pada suatu hari memberikannya sebuah berkah, kemampuan melihat daftar karma, sehingga mengetahui, bahwa karma dari ibunya sangatlah buruk, tetapi dengan rendah hati, anak tersebut tetap membuka dirinya untuk dipengaruhi oleh karma buruk ibunya. Tapi mengapa bisa begitu?
Ini adalah situasi yang sulit. Pertama, Ibu tersebut sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak masih kecil. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa menyerahkan anaknya? Kedua, dia adalah bagian dari keluarga karmanya, atau bagian dari kelompok orang, yang harus diajak berhubungan selama hidup, suka atau tidak.
Tiga Lapisan Tubuh Manusia
Meskipun anak laki-laki tersebut sangat suka menolong orang lain, sehingga Dewi Tara bersedia memberikan berkah khusus, mengapa tidak bisa membantu ibunya, mengatasi pengaruh buruk karmanya, sehingga bisa membuat kemajuan?
Karena hal itu bukanlah hal yang mudah untuk dijelaskan, tetapi karena ada hubungannya dengan tubuh kausalnya. Apakah Anda masih ingat perbedaan antara tubuh kausal serta tubuh astral?
Baiklah, tubuh kausal atau Karana Sharira, adalah gudang semua ingatan dari seluruh ikatan hutang karma. Ketika ingatan tersebut matang, juga siap untuk dipanen, maka diproyeksikan ke tubuh halus, astral atau Sukshma Sharira, yaitu pikiran, menyebabkan kita bertindak sesuai dengan karma, yang harus kita jalani melalui tubuh fisik, atau Sthula Sharira.
Sedangkan masalah di ibu tersebut adalah, di tubuh kausalnya terdapat begitu banyak karma negatif, sehingga hampir mustahil baginya untuk menyingkirkan seluruhnya, dalam rentang waktu satu kehidupan manusia yang singkat. Ini ibarat sebuah kemeja putih penuh dengan kotoran berminyak, dari karma-karma jahatnya, sehingga tidak peduli berapa kali ia mencucinya, atau memutihkannya, kemeja tersebut tetap kotor. Karma-karmanya begitu buruk, sehingga akan terus menerus berada di jalan menuju kehancuran, tidak peduli berapa kali anaknya telah mencoba mengubah jalan hidupnya.
Tetapi apakah ibu tersebut menghargai apapun, yang telah anak laki-lakinya lakukan untuknya? sama sekali tidak, bahkan ibu tersebut berkata lantang di hadapannya, “Ingatkah kamu akan pepatah, kasih ibu sepanjang jalan dan anak hanya sepanjang galah?”
Ibu itu sangat pendendam, serta tidak tahu terima kasih, tetapi sang anak masih terus berusaha menyelamatkannya. Tapi Mengapa? Karena itu adalah karma dari anak tersebut, yang dilahirkan dari rahimnya, sehingga ditakdirkan untuk membantunya. Ini adalah sebagai akibat dari kutukan yang sudah ada sebelumnya.
Perbedaan Kutukan Dan Berkah
Sebagian besar dari apa yang kita sebut karma, sebenarnya terdiri dari efek kutukan serta berkah. Faktanya, 75%, atau bahkan 90%, dari seluruh karma adalah abhishapa (kutukan) atau ashirwada (berkah).
Akan tetapi kutukan bukanlah kata-kata makian kasar, dilakukan dengan sadar apalagi melalui konferensi media, agar bisa didengar oleh khalayak ramai. Meskipun masih ada beberapa orang yang tahu, serta secara sadar memberikan kutukan, juga berkat secara nyata, tetapi itu sangatlah sedikit.
Kebanyakan kutukan, serta berkah terjadi karena tidak disengaja.
Contohnya bila Anda melakukan sesuatu sangat baik, serta tulus bagi seseorang, ketika mereka benar-benar membutuhkan bantuan, maka hatinya akan menjadi luluh, bila dirasakan oleh orang awam, maka gelombang rasa terima kasihnya, akan mengalir deras darinya kepada Anda. Itulah yang disebut dengan berkah.
Sedangkan kutukan adalah hal yang sama, bila Anda sangat menyakiti seseorang maka pada suatu saat, pada saat kematiannya, atau dalam kondisi kesengsaraannya, mereka akan berteriak dari dalam hatinya. Teriakan itu akan berdampak pada Anda seperti kutukan, dimana getarannya akan mengikuti kemanapun, serta mengganggu kehidupan Anda.
Kekuatan Kutukan Dan Berkah
Ada kelompok Sadhu (pertapa Hindu), mereka hanya mampu memberkati, atau mengutuk, ketika dirinya diliputi oleh emosi, karena hanya pada saat itulah energi shakti sejatinya mengalir. Sehingga bila dikuasai amarah, maka kutukan pun muncul, saat kegembiraan meluap, berkah pun mengalir tak tertahankan.
Sekarang yang perlu kita ketahui adalah, bahwa kutukan yang telah mengikat ibu, beserta anaknya merupakan kutukan sejati, disampaikan secara sengaja oleh seorang pemilik kekuatan spiritual luar biasa—itulah sebabnya mereka masih terpengaruh olehnya. Dimana Kekuatan sebuah kutukan, bisa berlangsung selama tujuh kelahiran.
Dalam kasus tersebut, tujuh kelahiran itu masih belum seluruhnya dijalani. Dimana Anak tersebut telah membunuh ibunya lebih dari sekali, sehingga membuat ibunya masih terus mengejek, serta memaksanya untuk membunuhnya, dalam inkarnasi saat ini. Bila kutukan tersebut berhasil menghasutnya tentu ia akan membunuh ibunya, membuat siklus karma itu terus berlanjut, sehingga sampai total tujuh kelahiran. Setelah itu, ibu tersebut akan memperoleh hak, untuk membunuh anaknya dalam tujuh inkarnasi berikutnya.
Itu semua tidak lain hanyalah Hukum Karma, Hukum Gerak Ketiga Newton, Hukum Aksi dan Reaksi: bila Anda memukul seseorang, maka dia akan memukulmu sebagai balasannya. Pada dasarnya hanya itu saja, tapi memiliki pola cerita, serta karakter berbeda pada setiap reaksinya. Akan tetapi apakah itu terdengar tidak memiliki arti sama sekali bagi Anda?
Hukum Karma mungkin terdengar sederhana, tetapi memahami seluruh konsekuensinya, adalah benar-benar pekerjaan sulit. Namun sebenarnya itu adalah bagian dari Lila Tuhan, permainan kosmik-Nya. Sedangkan Kita manusia hanya bisa melakukan krida, sebuah permainan bawah sadar, permainan yang tidak diketahui cara mengendalikannya. Hanya permainan para Dewa, dan Maharsi, yang merupakan Lila: hiburan kosmik yang selalu berada di bawah kendali mereka.
Kesimpulan
Rina Bandhana, atau ikatan hutang karma, adalah benang tak kasatmata menghubungkan individu melalui siklus karma. Dalam kisah ibu dan anak terjerat karma buruk, kita bisa menyaksikan bagaimana hubungan keluarga bukan sekadar ikatan darah, tetapi juga wujud dari karma masa lalu. Sang anak, meskipun dianugerahi berkah oleh Dewi Tara untuk mampu melihat daftar karma, tetap memilih berjuang membantu ibunya.
Namun, tubuh kausal ibunya penuh karma negatif membuat upayanya tersebut nyaris mustahil. Sedangkan kutukan serta berkah, menjadi elemen penting dalam siklus ini, menentukan jalan kehidupan penuh pelajaran. Hukum Karma bekerja seperti hukum aksi-reaksi Newton, memastikan setiap tindakan berbuah. Meski tampak seperti permainan tak terkendali, sejatinya semuanya adalah bagian dari Lila Tuhan. Dengan memahami esensi karma, kita mampu menerima, memaafkan, juga memperbaiki diri untuk menghentikan siklus karma buruk, sehingga menciptakan kehidupan lebih baik.
0 Comments
"Terima kasih banyak telah meninggalkan komentar di blog kami! Kami sangat menghargai partisipasi Anda. Komentar Anda membantu kami untuk terus berkembang dan memberikan konten terbaik. Kami akan segera membalasnya begitu kami online. Tetaplah terhubung dan terus berbagi pemikiran Anda!"