Bisnis serum kuda dan keledai juga bisa menciptakan karma baik dan buruk. Menghisap darah hewan perlahan-lahan adalah karma buruk, mirip dengan rentenir memeras petani. Karma mengalir dalam kompleksitas siklus, bahkan turut mempengaruhi nasib Vishakanya serta bagaimana kehidupan serangga tercipta dari pemborosan air mani.
Dalam kehidupan, setiap tindakan memiliki konsekuensi karma, baik atau buruk. Bisnis serum yang memanfaatkan darah kuda dan keledai, meski bertujuan mulia demi pengobatan, menimbulkan karma buruk akibat penderitaan hewan, terkuras darahnya secara perlahan.
Tulisan kali ini mengajak kita merenungkan kompleksitas karma, dari praktik rentenir memeras petani hingga nasib tragis Vishakanya, juga serangga tercipta dari pemborosan air mani. Melalui memahami hukum karma, kita diingatkan agar bertindak bijak, serta penuh tanggung jawab, karena setiap perbuatan akan kembali kepada kita, baik di kehidupan ini maupun berikutnya.
Penghisap Darah
Ada sebuah pabrik memproduksi serum kuda serta keledai. Karena produk tersebut digunakan untuk mengobati penyakit, sehingga ada karma baik bisa diperoleh dari bisnis ini, tetapi bagaimana terhadap karma buruk sebagai produk sampingannya? Karena menyembelih hewan secara langsung sudah cukup buruk, tetapi di sini mereka perlahan-lahan menguras darah hewan-hewan malang tersebut sampai mati—menghisap prananya sedikit demi sedikit, tetapi tidak pernah cukup membuatnya mati total. Oleh sebab itu mereka harus membuat tetap bertahan hidup cukup lama, sehingga masih bisa terus menghisap darahnya.
Bukankah ini seperti seorang rentenir, memberi petani pinjaman cukup uang agar membuatnya tetap berputar, sehingga petani bisa terus-menerus membayar bunga pinjaman. Melalui tingkat bunga sangat tinggi, sehingga petani tidak pernah mampu lagi membayar kembali pokok pinjaman. Beberapa petani awalnya hanya meminjam sedikitnya 50 juta rupiah, akhirnya harus membayar ratusan juta kepada pemberi pinjaman uang, selama puluhan tahun, kemudian anak-anak petani harus menanggung warisan utang tersebut.
Pemerasan semacam itu adalah penghisapan darah, tidak diragukan lagi. Namun, tidak sebanding dengan darah kita terus-menerus dikuras dari tubuh. Sehingga jaringan tubuh terus merasa kelaparan, karena selalu kekurangan darah. Sehingga tidak pernah merasakan kesejahteraan bahkan untuk sesaat. Karma macam apa menyebabkan makhluk hidup terlahir sebagai hewan pabrik darah, untuk menciptakan sebuah serum. Sebuah karma mengerikan, mungkin beberapa dari mereka dulunya pernah menjadi rentenir di kehidupan lampaunya!
Derita Gadis Beracun Vishakanya
Mari kita berfikir, Ketika sebuah batu dipahat membentuk patung dewa untuk tujuan disembah, sedangkan disisi lain, batu yang sama digunakan sebagai tempat kencing, mengapa tidak dianggap menghujat? Hal itu semuanya adalah karena masalah karma sebelumnya. Karma memang bisa sangat aneh di Indonesia, karena beberapa karma paling aneh pernah dilakukan di sini. Indonesia adalah negeri di mana kita tidak pernah tahu, apa yang bakal terjadi selanjutnya. Bila kita tidak mengetahuinya, maka akan sangat bijak agar berhati-hati, karena bisa saja memperoleh masalah besar di sini. Mari kita ambil contoh praktik, dikenal sebagai Vishakanya (gadis beracun), ini sangat umum dilakukan zaman dahulu, bahkan mungkin masih ada di suatu tempat saat ini.
“Gahanah Karmano Gatih”
Arus karma sangat dalam
Dimulai saat seorang gadis yang akan dijadikan Vishakanya baru berusia beberapa bulan, diberikan dosis berbagai jenis racun secara bertahap. Tapi tidak pernah memperoleh cukup racun mampu membunuhnya, hanya membuat tubuhnya menjadi kebal terhadap racun tersebut secara bertahap. Saat mencapai usia remaja, gadis tersebut telah dianggap mampu menyerap sejumlah besar racun yang telah bersarang di jaringan tubuhnya kemudian, barulah ia siap diuji.
Bila telah dipersiapkan secara baik, maka seekor lalat yang hinggap di kulitnya segera mati. Setelah lulus ujian, maka gadis tersebut siap dipekerjakan, disini tidak perlu memberikan asupan racun apapun lagi. Ketika seorang raja menginginkan seseorang untuk disingkirkan, dia cukup mengundang orang tersebut ke sebuah pesta pora, lalu kemudian menghadiahkan gadis Vishakanya kepadanya, agar bisa dinikmati malamnya. Ketika pria tersebut menikmatinya, dia akan menghirup cukup banyak racun gadis itu, lalu melumpuhkannya serta membunuhnya selang beberapa waktu sangat singkat. Tidak seorang pun kecuali raja memahami apa sebenarnya telah terjadi. Sebuah cara mengerikan seseorang untuk mati.
Tapi sekarang pikirkanlah nasib gadis vishakanya! Bagaimana dia bisa menikah? Pertama kali suaminya memeluknya, gadis tersebut bisa menjadi seorang janda. Racun Vishakanya bisa begitu kuat, bahkan ketika Anda hanya mencoba menciumnya sekali saja, nasib sudah bisa ditentukan. Tidak ada yang mampu menyelamatkan Anda, meskipun mungkin butuh waktu untuk mati. Karma macam apa telah diperbuat oleh gadis visakanya di masa lalunya, hingga hidupnya disiksa seperti ini? Meskipun sangat sulit mengetahui karma, tetapi kita bisa menebaknya. Sedangkan bagaimana nasib mereka, yang telah memanfaatkan serta menyiksa Vishakanya melalui kehidupan, penuh frustasi seksual serta emosional? Karena mengganggu dua makhluk sedang berpelukan seksual, merupakan karma mengerikan, bahkan para Rsi tidak bisa lolos.
Dampak Memisahkan Pelukan Seksual
Banyak literatur purana penuh dengan contoh karma seperti itu. Contohnya, Rsi Durvasa dipisahkan dari istrinya, karena memisahkan Dewa Indra bersama Apsara Rambha saat mereka sedang bersetubuh. Begitu juga planet Jupiter, menghalangi hubungan cinta Kamadewa bersama Apsara Ghritachi, sehingga Bulan kemudian menculik istrinya, bahkan menjadi ayah dari seorang putra.
Sedangkan Gautama Muni juga mengganggu Bulan, berhubungan dengan Rohini, Akibatnya, dirinya sendiri diselingkuhi, bahkan sampai kehilangan istrinya selama ribuan tahun, karena dampak kutukannya sendiri. Dimana Raja Harischandra (namanya sendiri merupakan lambang kejujuran) menghukum seorang pembajak yang melakukan hubungan gelap, kemudian mengusirnya agar mengembara di hutan rimba, dirinya justru kehilangan istrinya, putranya, serta kerajaannya, bahkan disiksa oleh Rsi Vishwamitra.
Tapi bukahkan ini justru mendorong orang, untuk berbuat tidak senonoh secara sembarangan? Baiklah, meskipun mengganggu kenikmatan seksual seseorang sudah cukup buruk, tetapi karma melakukan hubungan seks jauh lebih buruk. Mari kita bicarakan contoh kecilnya, mengenai milyaran, serta triliunan serangga di dunia, dimana sebagian besar hidupnya hanya beberapa saat kemudian mati.
Melimpahnya jumlah mereka terutama disebabkan oleh pemborosan air mani manusia. Karena setiap sperma hidup; sehingga jutaan calon manusia terbunuh setelah setiap selesai ejakulasi, bukankah mereka juga memiliki hak dilahirkan kembali, sehingga tentunya akan membalas dendam terhadap manusia, yang telah membunuh mereka tanpa alasan apapun kecuali kenikmatan sesaat.
Karena ini adalah Kali Yuga, lebih banyak pria membuang spermanya, sehingga lebih banyak serangga tercipta, ketika kecenderungan asurik (iblis) mendominasi. Dalam bahasa Inggris kita mungkin menyebutnya Poetic justice (keadilan puitis). Kali Yuga adalah keempat dari Empat Zaman dimana harus dilalui dunia berulang kali. Kali Yuga juga disebut sebagai Zaman Besi, menurut teks berlangsung selama 432.000 tahun, sehingga hanya seperempat jumlah normal kebenaran, tersisa di masyarakat, membuatnya sangat mudah menguasai manusia melalui delusi.
Memahami Keadilan Tuhan
Di sini di Indonesia kita menyebutnya sebagai "keadilan ilahi", karena hal tersebut bisa sangat keras. Tidak ada pilih kasih dalam Hukum Karma. Bahkan para Awatara (inkarnasi Tuhan) harus menderita. Pikirkan kehidupan Ramachandra yang menyedihkan, meskipun merupakan inkarnasi Tuhan. Beliau harus melepaskan kerajaan-Nya pada hari penobatannya sebagai raja, berkeliaran di hutan selama empat belas tahun, serta terpisah dari istri tercintanya Sita, selama sebagian besar hidupnya. Sedangkan itu hanya satu contoh. Ketika mulai bermain dengan Tuhan, sebaiknya mulai bersiap terhadap apapun yang Tuhan berikan, bahkan tidak peduli siapa Anda.
Jangan pernah meminta keadilan ilahi. Bila memikirkannya dengan kepala jernih, maka memahami bahwa Anda memiliki begitu banyak karma tertunda, sehingga bila merasa tidak pernah memperoleh keadilan, dan memohonnya, maka benar-benar harus membayarnya dengan harga mahal. Anda tidak pernah bisa menerimanya. Suatu ketika seorang sadhu duduk dalam penebusan dosa selama dua belas tahun di batu yang sama, tidak pernah meninggalkannya. Akhirnya Dewa Siwa merasa senang oleh penebusan dosanya.
Ketika Dewa Siwa menampakkan diri kepada sang pertapa, dan menyuruhnya meminta anugerah, pertapa tersebut menjawab, “Saya ingin keadilan!” Dewa Siwa berkata kepadanya, “Ketahuilah, permintaanmu adalah kebodohan, kamu tidak memahami keadilan. Aku datang ke sini membantumu. Maka dengarkanlah Aku, mintalah anugerah berguna!” Tetapi pertapa tersebut menjawab,“Tidak, saya bersikeras; harus memperoleh keadilan!”
Dewa Siwa memberi pertapa tersebut satu kesempatan terakhir, tetapi ketika ia tetap bersikeras meminta keadilan. Tuhan lelah berdebat dengan orang-orang seperti itu, kemudian berkata, “Baiklah, bila engkau ingin keadilan? karena engakau telah duduk di atas batu itu selama dua belas tahun? Sekarang giliran batu duduk di atas kepalamu, selama dua belas tahun. Bukankah itu keadilan kau inginkan? Sekarang nikmatilah keadilanmu!”
Kesimpulan
Bisnis serum yang memanfaatkan darah kuda dan keledai, bisa menciptakan karma baik karena membantu pengobatan, tetapi juga karma buruk akibat penderitaan hewan, terkuras darahnya secara perlahan. Praktik ini mirip dengan rentenir memeras petani, di mana penderitaan terus berlanjut tanpa akhir.
Karma buruk juga terlihat mempengaruhi nasib Vishakanya, gadis beracun terkutuk agar hidup di dalam kesendirian dan bahaya, serta kehidupan serangga tercipta dari pemborosan air mani manusia. Hukum karma tidak memandang bulu, bahkan para dewa, juga awatara pun, tidak luput dari konsekuensi perbuatan mereka.
Kisah-kisah seperti Ramachandra begitu juga pertapa yang memohon keadilan ilahi mengajarkan, bahwa karma adalah siklus adil namun seringkali sulit dipahami. Di Indonesia, karma sering dianggap sebagai "keadilan ilahi" dimana bisa sangat keras serta tak terduga.
Oleh karenanya, penting untuk selalu bertindak sesuai kebijaksanaan, juga tanggung jawab, karena setiap perbuatan, baik kecil maupun besar, akan kembali kepada kita. Memahami karma bukan hanya mengenai menghindari penderitaan, tetapi juga tentang menciptakan keseimbangan, juga harmoni kehidupan.
0 Comments
"Terima kasih banyak telah meninggalkan komentar di blog kami! Kami sangat menghargai partisipasi Anda. Komentar Anda membantu kami untuk terus berkembang dan memberikan konten terbaik. Kami akan segera membalasnya begitu kami online. Tetaplah terhubung dan terus berbagi pemikiran Anda!"