Bhakti Dan Ego: selubung tipis ritual pengorbanan

Bhakti Dan Ego: selubung tipis ritual pengorbanan

Meskipun telah mengetahui rahasia burung hantu, masalah baru saja dimulai. Karena hukum karma adalah cermin dari tindakan. Hormatilah kehidupan, alam tidak pernah lupa—setiap perbuatan memiliki konsekuensinya, baik hari ini maupun di masa depan.

Kisah ini membawa kita pada perjalanan mengenai karma, serta dampaknya terhadap kehidupan manusia. Melalui burung hantu, katak, juga pengorbanan hewan, narasi ini mengajarkan kita pentingnya menghormati kehidupan. Apakah tindakan yang kita lakukan demi keuntungan duniawi, sebanding harga yang harus dibayar? 


Dalam budaya spiritual, setiap kehidupan memiliki nilai sakral, sehingga tindakan sembrono mampu membawa konsekuensi tidak terduga. Melalui tulisan kali ini, terselip hikmah, serta renungan bagi siapa saja yang berani menggali lebih dalam hukum alam semesta. Bersiaplah melihat dunia dari perspektif baru, juga lebih bermakna.

Karma Tercipta Melalui Niat

Dalam cerita terdahulu, meskipun Anda berhasil membunuh seekor burung hantu, sebenarnya masalah tersebut baru saja dimulai. Pertama-tama Anda harus memastikan bahwa ia akan terlahir kembali melalui rahim lebih tinggi, kecuali menginginkan burung hantu tersebut membantai Anda melalui kelahiran berikutnya, sesuai Hukum Karma. Selain itu, bagaimana perasaan Dewi Lakshmi, penunggang burung hantu, mengetahui Anda membunuh kendaraannya? Kami yakin Anda telah memperoleh gambarannya apa yang terjadi, pada kekayaan serta kemakmuran itu, bila tidak segera maka di masa mendatang menghadapi amarah-Nya. Jangan pernah menganggap enteng hal-hal ini.


Namun, apakah dibenarkan menyiksa burung hantu hanya demi keuntungan duniawi? Tidak pernah! Meskipun kami pernah melakukan sadhana ini sekali, hanya karena adanya bisikan makhluk halus mengenai perihal itu, sehingga bertekad melihat sendiri apakah itu berhasil atau tidak. Baiklah, itu berhasil, tetapi kami tidak pernah melakukannya lagi, kami sungguh tidak berpikir ada orang mau melakukannya.


Tetapi bagaimana bila membunuh burung hantu ketika berburu, sebelum mengetahui bahwa burung tersebut adalah tunggangan Dewi Lakshmi, apakah Dewi Lakshmi masih marah. Baiklah, meskipun melakukannya secara sengaja, Anda dianggap tidak tahu apa-apa, jadi kami menduga bahwa Alam pada akhirnya akan melepaskan dari tanggung jawab itu. Setidaknya itu burung hantu dan bukan katak. 


Membunuh katak adalah karma sangat buruk, sehingga bisa dikatakan itu sama seperti membunuh manusia, tetapi kami akan jelaskan lebih jauh. Meskipun Anda mungkin bisa melunasi karma dari membunuh manusia selama masa hidup yang sama, tetapi tidak bisa melunasi karma dari membunuh katak secara sengaja di masa hidup yang sama. Ketika Anda telah membunuh katak, maka harus dilahirkan kembali, guna menanggung pembantaian oleh katak itu.

Siapa Penanggung Jawab?

Beberapa tahun sebelumnya kami pernah terlibat sebuah ritual Tantra menggunakan seekor katak. Untungnya, katak itu dilepaskan dalam keadaan hidup. Tetapi bagaimana dengan mereka yang membunuh katak di laboratorium atas nama sains, juga memakannya?


Meskipun ketidaktahuan akan hukum bukanlah pembelaan, tetapi tingkat karma sangat tergantung pada niat. Sedangkan dalam konteks sains, karma sangat minimal bila Anda hanyalah murid, serta ada instruktur yang mengarahkan untuk membunuh seekor katak. Tetapi bila Anda sendiri merancang semacam proyek penelitian, dengan melibatkan pembunuhan katak, maka harus bertanggung jawab atas kematian tersebut. Memakannya juga membuat Anda harus bertanggung jawab penuh. 


Tapi bagaimana dengan mereka, meskipun mengetahui karma tersebut tapi masih memakan katak? Hal itu karena mereka didorong oleh karmanya sendiri, yang bisa mereka lakukan hanyalah menyesuaikan diri terhadap sifat bawaan Rina Bandhananya. Berapa banyak orang pernah bertanya mengenai kehidupan katak? Melihat seekor katak kecil, serta menghargai betapa indahnya hanya dengan menikmati hidupnya!


Katak adalah teman petani, ketika mulai berdendang di musim panas, petani tahu bahwa hujan segera turun. Katak memakan ribuan serangga selama hidupnya, jadi mereka adalah bentuk pengendalian hama alami. Setiap kali melihat katak, Anda tahu bahwa ada ular di sekitarnya, karena katak adalah makanan alami ular, kehidupan bergantung pada kehidupan.

Karma Pengorbanan Kepada Dewa

Namun, alih-alih dihormati, katak justru disiksa secara kejam. Kaki mereka dipotong saat masih hidup dan sadar, sedangkan tubuhnya dibuang serta dibirakan mati. Manusia mampu memusnahkan mereka dalam jumlah ratusan setiap hari, dari berapa ratus kali mereka harus diiris, agar memiliki hak mengirisnya juga. Sehingga berapa kali dalam berapa ribu kehidupan mendatang, mereka harus dibunuh oleh katak yang mereka bunuh sekarang. Sangat sulit mengetahui kedalaman Hukum Karma.


Bahkan para ilmuwan mengatakan, sejauh ini katak adalah satu-satunya hewan yang mampu dikloning, jadi secara keseluruhan kami berasumsi bahwa katak pasti memiliki shakti tidak biasa. Tentu saja, Misalnya, menggunakan katak untuk menyihir selembar uang. Kami tidak akan membahas detailnya, tetapi cara melakukannya adalah dengan mengambil sepasang katak, kemudian mengubur salah satunya hidup-hidup. Setelah uangnya disihir, Anda bisa menandainya untuk mengenalinya, lalu membelanjakannya. 


Setelah beberapa jam, uang tersebut kembali ke dompet Anda, jangan tanya kami bagaimana caranya. Anda bisa terus menggunakannya, dan terus memperolehnya kembali, tanpa batas waktu. Tetapi harganya terlalu tinggi untuk dibayar.

Nilai Sebuah Pengorbanan 

Tetapi apakah kita masih harus membayar harganya saat mengorbankan seekor hewan untuk dewa? Tentu saja, Anda harus membayarnya kecuali mengetahui cara menghindarinya. 


Perhatikan kisah ini,  Ada seorang raja yang merupakan pemuja besar Mahadewi, terbiasa mempersembahkan sejumlah hewan kurban kepada-Nya setiap hari. Setelah meninggal, raja tersebut menyadari dirinya dikelilingi oleh ribuan hewan yang marah, lalu bertanya kepada Mahadewi apa yang sedang terjadi.


Mahadewi berkata kepadanya, “Kamu telah mengambil nyawa mereka, bukankah seharusnya mereka memperoleh kesempatan, mengambil nyawamu sekarang? Itulah Hukum Karma.”


Mendengar hal ini, sangat mengejutkan bagi seorang Raja, kemudian memohon, “Tetapi, Ibu, Saya mengorbankan mereka hanya karena cintaku padamu.”


Mahadewi tersenyum dan berkata, “Tidak, itu karena ada kepentingan pribadi di balik cinta, serta kasih sayangmu kepadaku. Alasan sebenarnya kamu mengorbankan mereka adalah, agar Aku memberikan manfaat kepadamu, juga keluargamu. Lagi pula, apakah Aku pernah memintamu melakukan pengorbanan ini? Tidak, Aku tidak pernah. Jika kamu benar-benar tertarik berkorban kepada-Ku, mengapa kamu tidak memotong dagingmu, kemudian mempersembahkan darahmu sendiri kepada-Ku? Setidaknya mereka milikmu. Bila kamu benar-benar mencintai-Ku, mengapa tidak kau berikan kepada-Ku hal paling kamu sukai yaitu hidupmu sendiri?” Akhirnya sang raja menyadari apa yang telah dilakukannya.


“Tetapi tunggu!”, Mahadewi melanjutkan, “Berkah-Ku ada untukmu. Aku di sini untuk menjagamu. Daripada harus dilahirkan, kemudian dibantai ribuan kali, kamu hanya perlu melakukannya sepuluh kali. Namun, sepuluh kali itu, harus mengalami apa yang telah dialami oleh binatang-binatang kurban tersebut.”


Namun, apakah semua orang yang melakukan pengorbanan hewan akan berakhir seperti ini? Hampir semua orang. Anda harus menyembelih hewan bila mengetahui telah memiliki Rina Bandhana mengharuskan melakukannya. Kemudian, memilih hewan untuk disembelih dengan benar. Satu-satunya korban yang layak adalah hewan dengan tanda-tanda tertentu pada tubuhnya, menunjukkan bahwa mereka memang dimaksudkan untuk dikorbankan. Bila melakukan pengorbanan tanpa korban yang layak, maka karma Anda akan jauh lebih buruk.

Kesimpulan
Cerita ini mengingatkan kita akan hubungan mendalam antara manusia, alam, serta hukum karma. Dalam dunia spiritual, tindakan kecil sekalipun, seperti membunuh burung hantu atau katak, memiliki konsekuensi besar. Tidak hanya di kehidupan ini, tetapi juga dalam kelahiran mendatang. Kita diajak merenungkan dampak dari pilihan kita terhadap makhluk lain, juga bagaimana hal itu mempengaruhi keseimbangan kosmis. 

Narasi ini juga membuka mata kita tentang pentingnya menghormati semua makhluk hidup sebagai bagian dari alam semesta. Apakah demi keuntungan sementara kita rela mengorbankan karma baik kita? Lebih dari sekadar cerita, ini adalah panggilan hidup dengan kesadaran dan tanggung jawab. Menghargai kehidupan adalah langkah pertama menuju kebahagiaan sejati dan hubungan harmonis dengan alam.


Post a Comment

0 Comments