Tindakan: Menciptakan Berkah atau Kutukan


Setiap tindakan, termasuk memberi berkah atau donasi organ, menciptakan karma. Memberi penglihatan pada orang buta bisa membawa konsekuensi tak terduga. Karma adalah hukum universal mengikat, sehingga kita harus bertindak bijaksana, karena setiap pemberian bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Dalam kehidupan, setiap tindakan memiliki konsekuensi karma, baik disadari maupun tidak. Memberi berkah, donasi organ, atau bahkan membantu orang lain, bisa menciptakan kompleksitas karma. Tulisan kali ini mengajak kita merenungkan tanggung jawab di balik setiap tindakan, terutama ketika memiliki kekuatan atau shakti. 


Dengan memahami hukum karma, kita diingatkan untuk bertindak bijak, karena apa yang terlihat sebagai berkah bagi orang lain, bisa menjadi kutukan bagi diri sendiri. Mari kita pelajari bagaimana menjaga keseimbangan dalam memberi serta menerima, tanpa terjerat dalam karma merugikan.

Mematuhi HukumKarma

Bila seorang ahli spiritual menunjuk orang lain, dia masih harus mengingat bahwa ada tiga jari menunjuk ke arah dirinya sendiri, ini memberitahunya masih dibawah kendali tiga selubung kundalini, artinya bila mengikuti hawa nafsunya, hanya akan membuatnya terjebak perputaran roda samsara. Sehingga mungkin akan menghabisi orang-orang di kiri dan kanannya. Ini sangat mudah dilakukan, setelah mampu mengumpulkan sejumlah shakti. Itulah salah satu alasan mengapa beberapa pertapa menghancurkan dirinya sendiri. Semakin shakti diri Anda, maka harus semakin teliti ketika bertindak, karena seluruh implikasi karma dalam setiap tindakan, menjadi semakin serius. 


Ini ibarat Anda harus berjalan di dunia seperti seekor gajah, dikejar oleh seekor anjing menggonggong. Gajah tahu bahwa satu hentakan dari kakinya, akan menjadi akhir bagi anjing tersebut. Namun, tetap berusaha menahan diri, agar tidak menginjaknya, karena mengetahui bahwa anjing tersebut, sedang tidak menyadari betapa seriusnya apa yang dilakukannya. Bila berhasil membuat gajah mengamuk, berhati-hatilah! Anda tidak akan pernah bisa lolos. 


Ketika Franklin Roosevelt diberitahu tentang serangan Jepang di Pearl Harbor, ia berkata dengan sederhana, "Apakah Mikado menyadari betapa seriusnya apa yang telah dilakukannya?" Sedangkan Laksamana Yamamoto, tidak pernah mendukung serangan itu, berkata, "Saya takut bahwa yang telah kita lakukan hanyalah membangunkan raksasa sedang tidur, lalu mengisinya dengan tekad mengerikan. Kita semua tahu apa selanjutnya terjadi Jepang benar-benar tamat. Tapi, lihatlah Hukum Karma! Jepang kini menuju puncak lagi, dengan mengorbankan Amerika Serikat.


Namun, apakah Amerika Serikat seharusnya tidak menanggapi Pearl Harbor? bila mereka tidak menanggapi, maka Anda dan saya mungkin berbicara dalam bahasa Jepang atau Jerman hari ini. Itu benar, bahwa Amerika Serikat harus menanggapi untuk mengakhiri tirani Hitler, Mussolini, dan Tojo. Meskipun itu adalah hal benar untuk dilakukan, tindakan tersebut tetap saja karma, sedangkan karma adalah karma. Setiap tindakan menciptakan reaksi pasti akan terjadi. Dimana karma begitu dalam, sehingga tidak mudah mengetahui, apakah karma tertentu akan baik atau buruk, bagi Anda pada akhirnya.

Mematuhi HukumKarma

Kami jarang memberi uang kepada pengemis, dan ketika memberi mereka uang, kami utamakan selalu kepada orang buta. Mengapa demikian? Mata adalah organ penuntun, memproyeksikan pikiran ke luar atau ke dunia. Seluruh indra cenderung melakukannya, tetapi mata adalah yang utama. Misalkan Anda sedang berjalan di belakang seseorang berambut panjang indah terurai. tentunya mulai berfantasi mengenai bagaimana tampang gadis cantik pemilik rambut indah ini. Kemudian ketika berbalik berbalik, serta melihat bahwa pemilik rambut tersebut adalah laki-laki, mata Anda akan terasa dicukur sesaat. 


Orang buta merasa jauh lebih sulit memproyeksikan kesadarannya ke dunia atau samsara, dunia luar selalu berubah, tapi tidak bagi mereka, secara praktis. Orang buta berhak menerima sedekah karena kurangnya penglihatan, membuat mereka lebih sulit melakukan karma. Tetapi bagaimana bila merasa sangat kasihan kepadanya, sehingga akan mendonorkan mata setelah meninggal?


Itu cukup masuk akal diberikan kepada seseorang tidak bisa melihat; sehingga tentu sangat baik untuk memperoleh penglihatan setelah bertahun-tahun buta. Tetapi lihatlah dampaknya bagi Anda. Orang buta yang memperoleh donor mata akan tertarik oleh banyak hal, karena semuanya terasa baru baginya. Daya tarik indera membuatnya ingin menikmati kesenangan tersebut, serta berusaha menikmatinya, ini membuat dirinya mengidentifikasi terhadap seluruh kesenangan tersebut. Sedangkan karma selalu tercipta, setiap kali seseorang mengidentifikasi dirinya. Lalu siapa bertanggung jawab atas karma itu? Anda! Mengapa? Karena memberinya penglihatan. 


Anda telah membantunya untuk menginginkan begitu banyak hal, sehingga ia mampu bertindak berdasarkan keinginan tersebut. Bila dari awal tidak ikut campur, maka orang buta tersebut tidak akan pernah memiliki ide, atau kesempatan menginginkan, juga mengalami begitu banyak hal. Jadi itu adalah tanggung jawab Anda, dan harus membayarnya. Harganya mungkin tidak terlalu berat selama dia berperilaku baik. 


Tetapi misalkan dia melihat seorang wanita cantik, kemudian dikuasai oleh keinginan barunya, memperkosanya—maka Andalah ikut bersalah atas pemerkosaan itu, karena dianggap telah memfasilitasi kejahatannya! Meskipun mungkin tampak sangat tidak adil, begitulah adanya. Ini berlaku juga bagi organ apapun yang didonorkan: jantung, ginjal, hati, bahkan kulit digunakan untuk cangkok kulit. Oleh sebab itu kita harus sangat berhati-hati memberkati siapa saja, serta bagaimana melakukannya.

Raja Dan Puisi

Apakah Anda pernah mendengar ungkapan India berbunyi ankhon ki tara, atau bintang mata, ini setara ungkapan dari bahasa Inggris, apple of one’s eye (Biji mataku). Tetapi lebih baik bila ungkapan tersebut menjadi ankhon ko tara, berati mata diselamatkan. Ketika mata telah diselamatkan, maka tidak lagi rentan terhadap banyaknya keinginan. Inilah sebabnya mengendalikan semua indra sangat penting. 


Perhatikan cerita ini, dahulu kala ada seorang raja tidak bisa tidur. Itu bukan hal aneh; karena raja memiliki begitu banyak hal harus dikhawatirkan. Umumnya sebagian besar penguasa bahkan saat ini akan mencari seorang wanita, atau minuman, untuk menghibur dirinya sendiri ketika mengalami insomnia. Namun, banyak penguasa kita di masa lalu memiliki metode lebih canggih, supaya membuat dirinya cepat tidur.


Raja ini adalah seorang penyair, ketika berjalan-jalan berusaha untuk tidur di terasnya, dia mengulang-ulang baris pertama puisi, yang sedang dia coba tulis. Itu adalah sebuah puisi mengenai subjek tidur, sehingga sesuai dengan kondisi yang dialaminya sekarang. 


“Shete Sukham Kas Tu?” Ulang sang raja,“Shete Sukham Kas Tu (Siapa tidur dengan bahagia)?” Tanpa peringatan, dari kegelapan di bawahnya, muncul sebuah jawaban. “Samadhi Nishtah (dia, berada dalam samadhi permanen)” Bagus sekali, pikir sang raja dan sangat benar. 


“Baiklah, Shete Sukham Kas Tu? Samadhi Nishtah. Artinya kesadaran seseorang yang selalu terhubung dengan kesadaran universal mampu tidur nyenyak, itulah jenis tidur sangat berharga.”


“Bagus! Sekarang, Ko Shatrur Iva (Siapa musuhnya)?” Sekarang apakah maksud raja adalah musuh tidur? Benar, dengan kata lain juga musuh pada umumnya, atau musuh Besar. Raja menginginkan sesuatu, sesuai kedua makna tersebut. Karena apa gunanya puisi bila tidak memiliki banyak lapisan makna.

Menarik Diri Dari Kebutuhan

Sang raja terus bergumam, “Ko Shatrur Iva?” hingga suara sebelumnya kembali berkata, “Nijendriyani (organ indera seseorang).” Organ indera adalah musuh tidur, mengapa begitu? Misalnya, ketika jatuh cinta terhadap seseorang, apakah akan bisa tidur tanpanya? Begitu juga ketika terobsesi oleh kekayaan, mereka pasti akan membuat Anda terjaga di malam hari. Begitu pula dengan seluruh indra lainnya, mereka adalah musuh tidur, juga samadhi.


“Hebat! kata sang raja. “Ko Shatrur Iva? Nijendriyani. Sekarang, Mit-rani Kani (Siapa teman-temanku)?” Kembali terdengar suara itu menjawab “Jitendriyani (indra yang ditaklukkan) dan sekali lagi tepat. Kita tidak perlu harus menghancurkan indra, seperti diajarkan oleh banyak guru spiritual. Cukup mengendalikannya, serta membuatnya bekerja. Jadi bila kita gabungkan bait-bait puisi tersebut menjadi satu kita akan memperoleh makna:

Shete Sukham Kas Tu?

(siapa tidur dengan bahagia)

Samadhi Nishtah 

(dia, berada dalam samadhi permanen)

Ko Shatrur Iva?

(siapa musuhnya)

Nijendriyani 

(organ indera seseorang)

Mit-rani Kani? 

(siapa teman-temanku)

Jitendriyani 

(indra-indra yang ditaklukkan)


Ketika sang raja mendengar tanggapan terakhir ini, ia kemudian memanggil pembicara tersebut, “Mohon berbaik hati untuk menunjukkan diri Anda, wahai penyair agung!” lalu siapakah yang melangkah keluar dari kegelapan selain pengawalnya sendiri. “Saya tidak pernah tahu tentang kebesaran Anda sebelumnya,” sang raja melanjutkan. “Anda harus menjadi penasihat saya!”


“Tidak, Baginda!” pengawalnya itu menjawab. “Hamba telah melayani sebagai pengawal Baginda, karena tidak ingin seorangpun mengetahui bakat tersebut, sehingga dibiarkan sendiri untuk melakukan hal-hal pribadi. Hamba menjawab baginda, hanya karena sebagai pelayan, yang merasa memiliki berkewajiban membantu baginda. Sekarang Hamba harus meninggalkan pekerjaan ini, serta mencari tempat baru, di mana hamba bisa hidup secara tenang juga damai.” Kemudian pengawal itu pergi, terlepas dari permintaan sang raja yang sedang kebingungan.


Begitu juga seperti yang harus Anda lakukan, melarikan diri lah dari orang-orang, setelah mereka menemukan terlalu banyak bakat Anda, Bila ingin mempertahankan kesendirian, maka harus siap pergi. Anda tidak akan bisa pergi, bila tidak berhati-hati terhadap siapapun yang di berkati atau kutuk, karena karma semacam itu mampu mengikat seperti kabel baja. Selain itu, memberikan berkah kepada seseorang mungkin berakhir menjadi kutukan bagi Anda. 

​​Kesimpulan
Setiap tindakan, termasuk memberi berkah atau donasi organ, menciptakan karma yang harus dipertanggungjawabkan. Memberi penglihatan pada orang buta, misalnya, bisa membawa konsekuensi tak terduga, bila penerima menggunakan penglihatannya untuk tindakan negatif. Karma adalah hukum universal adil dan tidak memihak, mengikat setiap perbuatan melalui reaksi setara. 

Seorang ahli spiritual yang memiliki shakti besar harus bertindak lebih bijaksana, karena implikasi karma dari setiap tindakan semakin serius seiring kekuatan yang dimiliki. Kisah raja dan pengawalnya mengajarkan pentingnya mengendalikan indra dan menjaga kesadaran agar tidak terjerat dalam karma buruk. Donasi organ, meski niatnya baik, juga bisa menciptakan karma kompleks jika penerima menggunakan organ tersebut untuk tindakan negatif. 

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam memberi berkah atau bantuan, karena setiap pemberian bisa menjadi berkah atau kutukan bagi diri sendiri. Karma mengajarkan kita untuk bertindak melalui kesadaran penuh, memahami bahwa setiap perbuatan akan kembali kepada kita. Dengan menjaga keseimbangan dalam memberi dan menerima, kita dapat menghindari karma buruk dan menciptakan harmoni dalam kehidupan.




Post a Comment

0 Comments