Beban Karma: Mengubah Takdir Orang Lain

Damle adalah seorang musisi lumpuh, sembuh setelah ditendang oleh seorang guru. Namun, meski hidupnya membaik, karma buruk tetap menghantui. Kisah ini mengungkap hukum karma: berkah mungkin bisa meringankannya, tapi tak menghapus takdir sepenuhnya. Bahkan kemiskinan, serta kekayaan ditentukan oleh karma masa lalu yang tak terelakkan.

Damle, seorang musisi lumpuh, memperoleh keajaiban ketika seorang guru tanpa sadar menendangnya—ia pun mampu berjalan kembali. Namun, meski hidupnya membaik, karma buruk tetap muncul dalam bentuk penyakit yang menggerogoti hartanya. Kisah ini mengajarkan bahwa berkah mungkin bisa meringankannya, tapi tak sepenuhnya menghapus takdir. 


Tulisan kali ini mengeksplorasi rumitnya hukum karma: mengapa orang miskin sulit terlepas dari kemiskinannya, juga mengapa anak yatim bisa mendadak kaya, juga bagaimana Shakti (energi kosmis) dianggap menciptakan hutang karma pertama.

Pelajaran Berharga Menambal Beban Karma 

Ada seorang musisi bernama Damle, datang kepada seorang guru untuk meminta bantuannya. Ia lumpuh dari pinggang ke bawah, sehingga hanya mampu bertahan hidup, dengan menjadi guru privat untuk beberapa ratus ribu sebulan. Ketika sang guru melihatnya, sesuatu mendadak merasukinya sehingga langsung menendangnya. Guru tersebut tidak menyadari apa yang sedang terjadi, tetapi setelah tendangan itu membuat Damle mampu berjalan lagi. 


Lalu guru itu berkata kepadanya, “Ada seorang gadis, baru saja mulai belajar musik denganmu. Ajaklah ia untuk menikah bersamamu. Sehingga engkau dan dirinya bisa mengajar kelas bersama, selain itu gadis tersebut akan memberikan keberuntungan untukmu. Kamu akan punya banyak uang. Damle mendengarkan kata-kata sang guru tersebut dengan seksama, kemudian menikahi gadis itu, dan mereka hidup bahagia. 


Tetapi tunggu dulu, semuanya telah terjadi bertahun-tahun lalu. Kemudian suatu hari sang guru tiba-tiba berpikir, “Aku penasaran bagaimana keadaan Damle? Tetapi mengapa tidak langsung menemuinya saja, kemudian melihatnya sendiri? Aku telah menolongnya, tetapi apakah berkah aku berikan sudah cukup untuknya.”


Perlu Anda ketahui, bahwa seberapa kuat berkah diberikan, ditentukan oleh berapa banyak karma buruk yang hilang, atau bahkan akan muncul kemudian untuk pengalaman selanjutnya. Karena mengubah takdir seseorang bukanlah hal mudah. Terutama bila ada banyak karma buruk, bahkan melalui berkah terkuat, mungkin hanya akan menguranginya. Itulah sebabnya mereka mengatakan “ takdir orang miskin adalah menjadi miskin.”


Ketika Guru tersebut tiba di rumah Damle, ia menyambutnya dengan segala hormat. Akhirnya pembicaraan beralih kepadanya, dan berkata, “Semua baik-baik saja, baik saya serta keluarga, kecuali bahwa ada di antara kami selalu menderita sakit. Saya dan istri memang menghasilkan banyak uang, tetapi semuanya, tampaknya dihabiskan untuk berobat ke dokter. 


Kekhawatiran sang guru terjawab, ini terjadi karena terlalu banyak karma buruk. Guru itu kembali berkata kepadanya, “Aku sangat menyukai musikmu. Tolong mainkan Raga Kedara untukku, dan mari kita lihat apa yang terjadi. Guru itu tahu bahwa bila Damle mampu memainkan Kedara dengan baik, maka sesuatu akan merasukinya lagi, dan ia akan memperoleh manfaatnya. 


Namun, takdirnya tidak pernah memungkinkan untuk bisa memainkannya. Jadi, guru tersebut harus membiarkannya untuk menjalani takdirnya sendiri. Disini kita harus berhati-hati, agar tidak terlalu banyak mengutak-atik takdir orang lain, atau mungkin akan berakhir seperti Sheikh Salim Chishti, yang pernah kami ceritakan sebelumnya.

Berkah dan Takdir Orang Miskin 

Tahukah Anda bahwa orang miskin, bahkan di negara-negara kaya seperti Amerika, selalu memiliki banyak anak. Hal ini karena mudah untuk dilahirkan dalam keluarga miskin, ada banyak roh telah memiliki beban karma buruk begitu berat, sehingga mereka ditakdirkan untuk menderita di Bumi. Terlahir miskin dalam keluarga besar di lingkungan kejam, serta berbahaya akan membuat jiwa siapa pun merasa sengsara. 


Diperlukan banyak keberuntungan, karma baik, bahkan berkah—untuk bisa dilahirkan dalam keluarga kaya, ketika orang-orang kaya ini sendiri tidak bisa memiliki anak secara harfiah, mereka akan mengadopsinya, atau bahkan membelinya dari negara lain. Sekarang Anda bisa membayangkan karma macam apa telah mengikat anak-anak itu, lahir dalam kemiskinan sebagai yatim piatu, lalu dibawa pergi menuju kemewahan. 


Bila Anda ditakdirkan untuk menikmati kekayaan, juga bila Alam menginginkannya, maka akan memperolehnya dengan mudah, baik menginginkannya atau tidak, dimana tidak seorang pun bisa menghentikan Anda untuk memperolehnya.


Makhluk yang akan menjadi putra orang kaya melalui berkah, memang benar memiliki banyak karma baik, tetapi itu saja tidak cukup untuk dilahirkan sebagai putranya. Hal ini karena, agar bisa dilahirkan ia masih membutuhkan dorongan ekstra, dalam bentuk berkah orang suci. Tetapi bagaimana dengan seluruh karma buruknya? Mereka tetap harus keluar, bahkan ketika karma buruk itu seluruhnya keluar, justru akan merusak pikirannya, dengan menjadi pemabuk, atau perbuatan buruk lainnya, sehingga sama sekali tidak layak bagi orang tuanya.

Asal Usul Karma Pertama

Bila urusan aksi dan reaksi ini memang benar, maka ketika Anda memukul seseorang hari ini, itu karena ia telah memukul anda di masa lalu, tapi bagaimana semua ini bermula? dan bagaimana hutang karma pertama itu bisa terjadi? Baiklah, perlu diketahui bahwa hutang pertama itu bermula, dari langkah pertama dalam penciptaan alam semesta itu sendiri. 


Dimana proyeksi Adya Shakti, atau dikenal juga sebagai Shakti pertama, Alam, serta pondasi dari segalanya. Karena Shakti memproyeksikan dirinya dari Yang Mutlak, maka ia berhutang segalanya kepada Yang Mutlak, dimulai dari keberadaannya sendiri. 


Hutang mulai berlipat ganda dari sana, dimana shakti berusaha mencoba bersatu kembali dengan sumber-Nya, yaitu Siwa Tertinggi.  Karena merasa tidak lengkap dengan dirinya sendiri, itu sebabnya dalam kehidupan ini individu akan selalu mencari belahan hatinya di tubuh individu lain, kemudian berkata, ”kamu adalah jodohku!”


Dimana kepribadian palsu ini, akan selalu mendambakan penyatuan kembali, membuat Anda menciptakan aksi serta reaksi, sementara mengabaikan keberadaan-Nya yang sudah ada dalam diri Anda sendiri. 

Pada akhirnya bila Shakti transenden, serta kosmik ini, mulai menyatu lagi bersama Siwa-nya, maka tidak ada yang tersisa sebagai mendukung penciptaan, maka alam semesta pun hancur, ini disebut pralaya. 


Begitu juga yang terjadi dalam tubuh Anda, ketika Kundalini Shakti atau ahamkara mulai berhenti mengidentifikasi diri, lalu menyatu dengan Siwa pribadi, maka Anda juga akan berhenti menjadi seorang individu alias mati.

Kematian manusia adalah adalah laya, pembubaran identitas palsu individu, di lautan Realitas Mutlak. Laya merupakan pralaya pada skala mikrokosmik, melibatkan penarikan kembali seluruh proyeksi individu ke sumbernya. Setelah laya terjadi maka tidak ada karma, karena tidak ada individual tersisa, agar mampu untuk mengidentifikasi dirinya sendiri.


Bahkan setiap tindakan termasuk kepasifan, mengandung aktivitas karma. Kepasifan aktif dalam arti bahwa itu adalah keadaan tanpa syarat, menjadikannya bagian dari Shakti. Kosmos ada selama Shakti ada, tanpa Shakti tidak ada apa pun, bahkan Siwa. Tanpa Shakti, Siwa (keberuntungan) menjadi Shava (mayat).

Kesimpulan

Kisah Damle mengajarkan bahwa berkat bisa saja mengubah nasibnya, tetapi tidak menghapus karma sepenuhnya. Meski sembuh dari lumpuh, serta hidup makmur, tetapi karma buruknya tetap hadir sebagai penyakit, yang menghabiskan hartanya. Ini membuktikan bahwa hukum karma tak bisa dihindari—bahkan dengan bantuan guru spiritual sekalipun.


Beberapa pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Karma menentukan takdir: Kelahiran miskin atau kaya bukan kebetulan, melainkan hasil karma masa lalu.
  2. Berkah bisa meringankan, tapi tidak menghapus karma sepenuhnya: Seperti Damle, kita mungkin mendapat pertolongan, tetapi beban karma tetap harus dilunasi.
  3. Karma pertama adalah "utang" Shakti kepada Siwa: Alam semesta tercipta karena proyeksi energi (Shakti) ingin bersatu kembali bersama sumbernya (Siwa). Ketika penyatuan terjadi, alam semesta lenyap—begitu pula karma individu.

Pertanyaan terbesar: Bila karma adalah hukum sebab-akibat, bagaimana karma pertama tercipta? Jawabannya terletak pada Adya Shakti, energi kosmis yang memproyeksikan diri dari Yang Mutlak. Setiap tindakan, bahkan kepasifan, menciptakan karma. Satu-satunya jalan keluar adalah laya—pembubaran ego sehingga karma tak lagi melekat.


Post a Comment

0 Comments