Kesadaran Spiritual: Jalan Pembebasan Ikatan Keduniawian


Kesadaran memiliki orientasi ke luar (dunia) dan ke dalam (diri). Dimana Yoga serta Tantra, fokus pada kesadaran internal mencapai pembebasan (Moksha). Dimana pengaruh obat-obatan psikedelik hanya memberi gambaran sementara, sedangkan transformasi sejati membutuhkan upaya terus-menerus, serta penolakan terhadap keterikatan duniawi.

Kesadaran manusia memiliki dua orientasi utama, yaitu ke luar, terikat pada dunia serta fakta-fakta material, juga ke dalam, menuju pada diri sendiri melalui tingkat kesadaran mendalam. Yoga dan Tantra, sebagai tradisi spiritual, menekankan pentingnya kesadaran internal, guna mencapai pembebasan (Moksha) dari ikatan duniawi. 

Tulisan kali ini menjelaskan, bagaimana kesadaran transaksional masih terikat terhadap dunia, seringkali menyebabkan kebosanan, kecemasan, juga ketegangan, sementara kesadaran internal menawarkan jalan menuju pembebasan serta kedamaian. Mari kita telusuri lebih mendalam, mengenai bagaimana kita mampu mencapai pembebasan spiritual melalui kesadaran internal.

Orientasi Kesadaran Spiritual

Ada dua orientasi kesadaran manusia, yaitu: ke luar diarahkan ke dunia; juga ke dalam, diarahkan kedalam diri sendiri. Dimana kesadaran keluar melibatkan transaksi melalui objek, serta peristiwa di ruang serta waktu, diselingi oleh pengalaman. Dimana persepsi, sensasi, ingatan, antisipasi, imajinasi, adalah ilustrasi diperkenalkan oleh filsuf kuno, meskipun berkelanjutan, tetapi tidak akan berhenti bahkan saat tertidur. 


Hal tersebut terjadi sebagai dasar kesadaran pasif berorientasi pada dunia. Perasaan ego, telah melatarbelakangi sikap, serta tindakan individu, sedangkan subjektivitas perilaku, seperti kesedihan mendalam, ketika situasi membuatnya frustasi, juga emosi menyenangkan, ketika situasi memuaskan, semuanya menunjukkan dasar keberadaan serta kesadarannya. Dimana orientasi ke luar, diatur oleh fakta-fakta dunia luar, sebagian besar penerimaan indra pasif, disebabkan kehadiran, juga karena kontak langsung dengan, fakta-fakta ini. 


Sedangkan kesadaran batin biasanya hanyalah kelanjutan, atau perluasan kesadaran lahiriah ini: dimana kesan-kesan indra menimbulkan konsepsi, juga perasaan sebanyak fakta, bahkan bisa lebih, karena kemampuan pikiran adalah membangun, juga menciptakan. 


Fakta adalah ikatan lahiriah, juga ide (termasuk sensasi-perasaan) ikatan batin fenomena kesadaran diri individu. Sedangkan batiniah tidak melampaui fakta, arah lahiriah serta ide. Kesadaran telah dicirikan oleh kerangka tersebut, apa yang kita sebut kesadaran normal, alami, atau spontan bergerak di antara fakta-fakta dunia, juga ide-ide dalam kepala. Fakta-fakta tersebut diintrojeksikan, sedangkan ide-idenya diproyeksikan, sehingga transaksi ini merupakan proses pengalaman hakiki. 


Agama-agama India, terutama Yoga dan Tantra, mengakui bahwa kesadaran transaksional ini hanyalah sebuah level, bahwa ada level-level lain, baik di luar fakta ataupun ide-ide mengarah luar maupun dalam. Pembentukan kendali terhadap pikiran atas materi, ramalan kejadian di masa depan, materialisasi, juga fenomena semacam itu, sebagian besar merupakan bagian penanganan, level-level kesadaran di luar fakta dunia. 

Konseptual Yoga Dan Tantra 

Namun, baik Yoga juga Tantra tidak secara langsung menangani aspek masalah ini, meskipun di India dan di luar negeri, keduanya sering disalahartikan sebagai sihir, atau segala hal berkaitan dengannya. Seorang Yogi atau ahli Tantrik umumnya, meskipun keliru, dikenali melalui kekuatan super atau diklaim dimilikinya. 


Yoga dan Tantra, mengutamakan menangani kecenderungan ke dalam: seorang Yogi akan terus-menerus disibukkan melalui tingkat kesadaran lebih mendalam, daripada gagasan juga perasaan. Ini adalah petualangan ke dalam diri; seluruh pencapaiannya bersifat internal, tersembunyi oleh pandangan umum, oleh sebab itu sulit dipahami atau dihargai. Namun untungnya bagi seorang Yogi atau Tantrik, biasanya kedalamannya diimbangi oleh penguasaan atas fenomena material. 


Tunas tanaman menjulang tinggi ke udara sedangkan akarnya menancap di tanah. Ketika Upanishad berbicara tentang "banyak rumah batin" atau Buddha "dunia dalam diri manusia", rujukannya adalah pada tingkat kesadaran lebih mendalam serta tersembunyi. Kebutuhan mengenali tingkat-tingkat ini dirasakan setelah pengakuan, bahwa tingkat transaksional tidak memuaskan, tidak stabil, serta jauh dari kata final. Tingkat kesadaran ini, terikat pada dunia, juga cenderung pasif.


Fakta-fakta dunia selalu merangsang, sehingga akan direspons oleh individu dipandu oleh kesan-kesan indra jug pikirannya. Dimana Individu memiliki sedikit kendali atas fungsi indra atau pikirannya, serta lebih sedikit lagi atas fakta-fakta di luar tubuhnya. Tindakannya tidak disengaja, hampir tidak mampu dihindari. Kata filsuf India untuk kesadaran terikat pada dunia ini adalah samsara. Kata tersebut menekankan karakter transisi, juga sementara dari fenomena melibatkan diri individu: kesadaran berputar-putar di mode sama, serta tidak pernah melampauinya,  membuat individu terjebak pada level ide juga perasaan, tidak pernah bisa lebih dalam. 

Konsep Pembebasan Keduniawian

Kebosanan, kesengsaraan, frustrasi, kecemasan, ketegangan, serta stres menandai individu, begitu erat  terikat pada fakta-fakta tidak bisa dikendalikan. Menurut sebuah literatur kuno menggambarkan, bahwa keadaan pikiran seseorang dipaksa seperti menunggangi seekor harimau sepanjang waktu. Ia tidak berani turun dari punggungnya, karena takut harimau itu akan menerkamnya. Cemas, tegang, takut juga gelisah, ia harus tetap menunggangi harimau itu tanpa henti! 


Kesadaran yang terikat dunia bekerja di bawah kebutuhan sama. Tujuan semua latihan keagamaan, Hindu, Buddha, serta Jain, adalah untuk memungkinkan individu melepaskan diri dari kebutuhan tersebut, sehingga akan membebaskan kesadaran dari ikatan fakta, juga membantunya mencapai tingkat mendalam, juga karenanya lebih bebas. Pembebasan dari beban dunia ini disebut Moksha. Ini tidak berarti bahwa setelah memperoleh pembebasan tersebut, individu tersebut berhenti ada; tetapi tidak berarti bahwa ia akan berhenti bertransaksi terhadap fakta. 


Yoga, Tantra, dan Zen menegaskan bahwa individu terbebas, akan ikut berpartisipasi di dunia dengan baik, lebih bahagia, kekuatan lebih besar, tentu saja dengan perspektif jauh lebih baik. Wedanta dan Tantra menyebut kondisi partisipasi bebas ini jivanmukti (pelepasan saat masih hidup); buku-buku Buddha kuno menyebutnya saupadisesa-nibbana (kepunahan saat masih ada). 


Sayangnya, teori berlebihan telah merampas makna psikodinamik yang sebenarnya dari ungkapan-ungkapan tersebut. Kata-kata ini sering dianggap setara sebagai keselamatan, atau surgawi setelah kematian, sama sekali terpisah dari dunia fenomenal. Tentu saja ini adalah penafsiran salah. Yoga dan Tantra, sama sekali tidak memiliki kegunaan di kehidupan setelah kematian; keduanya berfokus pada kehidupan ini, juga saat di dunia ini. 

Pembebasan Instan 

Sang Buddha menggambarkan doktrinnya sebagai relevan dengan kehidupan saat ini (sanditthiko), tidak lekang oleh waktu (akaliko),  atau di sini juga saat ini. Pelepasan hanya bermakna melalui pengalaman aktual, berkaitan dengan kesadaran. Dorongan melepaskan diri dari ketegangan serta penindasan, bisa hadir dari ketidakmampuan seseorang, mengatasi tuntutan hidup, atau ketidakpuasannya, baik secara intelektual maupun emosional, terhadap keadaan yang ada. 


Meningkatnya popularitas obat-obatan psikedelik seperti Marijuana di kalangan anak muda, bisa ditelusuri dari rasa ketidakpuasan tersebut. Marijuana, memberikan efek euforia, dikatakan mampu melepaskan batasan kesadaran, juga menimbulkan sikap menyenangkan, ramah, murah hati, ramah tamah, juga toleran, bebas hambatan. Sedangkan kelompok pertapa India telah bereksperimen, melalui olahan ganja, seperti Bhang, Ramrasa, Charas, Ganja, serta Hashish untuk tujuan memperluas bidang kesadaran, juga mengurangi keparahan ikatan dengan fakta. 


Sedangkan seperti yang dilaporkan, bahwa pengaruh obat-obatan ini memberikan efek, menghilangkan hambatan, konflik, menumbuhkan sensasi menyenangkan, subjek menjadi lebih ramah, serta kurang kritis. Tetapi yang penting daripada gejala-gejala tersebut, adalah kecenderungan untuk menarik diri dari keasyikan terhadap fakta, pelepasan ini memfasilitasi introversi, juga perhatian memperdalam tingkat kesadaran.


Sedangkan studi dilakukan pada Marijuana, LSD, Mescaline, juga obat-obatan lain, mengungkapkan efek serupa. Namun, tidak seorang pun akan secara serius mempertimbangkan penggunaan obat-obatan ini, untuk mampu membawa perubahan permanen terhadap keterbatasan, juga gangguan menyertai kesadaran transaksional. 

Batas Kesadaran Sejati dan Buatan

Efek obat-obatan tersebut tidaklah bertahan lama, dimana peningkatan dosis, akan cenderung mengakibatkan kecemasan, rasa bersalah, kesedihan, juga kegelisahan. Obat-obatan adalah agen fisik, hanya mampu beroperasi pada tingkat kesadaran transaksional, sedangkan pada kenyataannya, terbatas pada fakta subjektif, serta pengalamannya. Memang benar bahwa mereka memberi kita lubang intip, untuk mengamati tingkat kesadaran mendalam, juga memiliki hubungan langsung ke dalamnya; tetapi mereka tidak mampu memperluas kesadaran transaksional, atau menerobos batas-batasnya. 


Selama obat tersebut aktif, mungkin keburaman dinding menahan kesadaran transaksional normal, bisa dikurangi secara signifikan. Sehingga seseorang mungkin merasa seolah-olah berada di sangkar kaca, yang pandangannya tidak terhalang. Tetapi dia tetap berada di dalamnya, tidak mampu menjangkau ke luar. Kesadaran itu sendiri tidak berubah di bawah dampak obat-obatan psikedelik tersebut, sedangkan kesadaran harus melibatkan ego, atau mengidentifikasi diri terhadap ide-ide mengalami perubahan.


Sehingga penggunaan obat-obatan tidaklah memberikan keuntungan positif, karena ego bagaimanapun juga merupakan bagian kecil dari keberadaan psikis, seperti puncak gunung es terlihat. Transformasi tidak terjadi pada pondasi, dimana terapi ditawarkan untuk kesengsaraan keberadaan, tidak lebih sekadar gejala. Inilah alasan mengapa Yoga dan Tantra, menolak obat-obatan sebagai instrumen, yang mampu diandalkan mengubah tingkat kesadaran. 


Mereka berusaha untuk melakukan perubahan pada tingkat lebih dalam, bekerja dengan sumber-sumber kehidupan itu sendiri. Mereka tidak percaya pada jalan pintas, atau penyembuhan cepat; tetapi bersikeras, di sisi lain, pada upaya terus-menerus menuju keteguhan, serta penolakan sistematis terhadap keterlibatan dengan fakta.

Kesimpulan
Kesadaran manusia memiliki dua orientasi ke luar, artinya terikat pada dunia juga fakta-fakta materialnya, serta ke dalam, menuju pada diri sendiri, juga tingkat kesadaran mendalam. Dimana kesadaran terikat pada dunia, atau samsara, seringkali menyebabkan kebosanan, kecemasan, juga ketegangan, karena individu terjebak siklus ide serta perasaan tidak pernah melampaui batas-batas dunia material. 

Yoga dan Tantra, sebagai tradisi spiritual, menawarkan jalan untuk mencapai pembebasan (Moksha) dari ikatan keduniawian ini melalui fokus pada kesadaran internal. Yoga dan Tantra tidak hanya menangani aspek luar kesadaran, seperti ramalan atau materialisasi, tetapi terutama menekankan pada petualangan ke dalam diri, guna mencapai tingkat kesadaran lebih mendalam. 

Transformasi sejati terjadi pada tingkat mendalam, di mana individu mampu melepaskan diri dari keterikatan pada fakta-fakta dunia, sehingga mencapai kebebasan spiritual. Meskipun obat-obatan psikedelik seperti Marijuana juga LSD, bisa memberikan gambaran sementara mengenai tingkat kesadaran mendalam, mereka tidak mampu menghasilkan perubahan bertahan lama.


Yoga dan Tantra menolak jalan pintas, mereka menekankan pada upaya terus-menerus, juga penolakan sistematis terhadap keterlibatan dengan fakta-fakta duniawi. Dengan memahami juga menerapkan prinsip-prinsip ini, kita mampu mencapai pembebasan spiritual, serta hidup dengan perspektif lebih baik, juga kekuatan lebih besar.

Post a Comment

0 Comments