Tiga Intensitas Karma: Pilihan Menentukan Takdir

" Tiga Intensitas Karma: Pilihan Menentukan Takdir

Tiga intensitas karma yaitu, Dridha, Dridha-Adridha, dan Adridha—adalah cermin takdir, dan kehendak bebas. Dengan usaha serta kesadaran, kita mampu mengubah jalan hidup.


Ada Tiga intensitas karma, yaitu Dridha, Dridha-Adridha, dan Adridha, disini menggambarkan bagaimana takdir, serta kehendak bebas saling berinteraksi dalam kehidupan manusia. Karma Dridha, bersifat tetap, akan menciptakan peristiwa yang tidak bisa diubah. Karma Dridha-Adridha, memungkinkan adanya perubahan melalui tekad kuat. Sedangkan Karma Adridha begitu fleksibel, sehingga hanya membutuhkan sedikit usaha untuk mampu mengubahnya. 


Pemahaman ini menegaskan, bahwa takdir bukanlah sesuatu yang absolut, melainkan hasil dari koalisi dinamis, antara kekuatan luar, serta pilihan kita. Melalui kesadaran diri, juga kehendak bebas, kita mampu mengarahkan hidup, mengubah masa depan, juga memanfaatkan setiap kesempatan.

Perbedaan Karma Dan Takdir

Meskipun beberapa manuskrip tentang karma, telah menggunakan kata Sansekerta yaitu karma dan daiva (takdir) secara bergantian, namun takdir dan karma tidaklah sama. Dimana kondisi manusia selalu muncul dari koalisi dinamis, antara takdir serta kehendak bebas, bukan dari salah satu saja.


Keberadaan manusia tidak diatur oleh takdir, seperti ditegaskan oleh beberapa spiritualis, juga tidak ada kehidupan sepenuhnya mampu diubah oleh kehendak bebas, seperti diklaim oleh beberapa penganut Zaman Baru. 


Seberapa banyak upaya Agami, dan Kriya-apa yang dibutuhkan untuk mengubah takdir, akan tergantung pada seberapa kuat Karma Prarabdha di area kehidupan individu sendiri, serta (bahkan pada tingkat lebih rendah) dalam kehidupan semua makhluk lain, yang ikut berbagi karma kolektif dengannya, ini bisa dari keluarga sendiri, keluarga besar, teman, tetangga, sesama warga negara, bangsa, juga seluruh planet.

Tiga Intensitas Karma Prarabdha

Tradisi telah membedakan tiga tingkat intensitas Karma Prarabdha tersebut. Ini bisa berlaku dalam satu, atau di segala bidang kehidupan manusia, mereka adalah dridha, dridha-adridha, dan adridha. 


  • Karma Dridha (tetap), intensitasnya sangat kuat sehingga tidak bisa diubah. Karma ini menciptakan rangkaian peristiwa terlihat seperti “ditakdirkan”, baik itu menyenangkan, dan menyakitkan, pasti terjadi meskipun kita berupaya keras untuk menghindarinya, atau tidak mungkin terlaksana, meskipun telah berupaya keras untuk merencanakannya. 

  • Karma Dridha-Adridha (tetap-tidak tetap), Hasil baik atau buruk akan mampu diubah oleh siapa saja, selama mampu menerapkan kemauan kreatif terkonsentrasi untuk mengubahnya, tanpa adanya upaya berkelanjutan, sehingga hasil yang diprediksi akan terlaksana. 

  • Karma Adridha (tidak tetap), begitu mudah diubah sehingga hanya dibutuhkan sedikit upaya, di bidang-bidang kehidupan ini.


Kehidupan manusia saat ini pada dasarnya adalah sedang berenang, mereka menyeberangi sungai karma Prarabdhanya. Bila arusnya berjenis Dridha, maka kemungkinan besar arus tersebut akan menenggelamkan, serta menghanyutkannya, meskipun ia adalah seorang perenang yang hebat. Tapi bila kekuatan manusia dan arus sungainya sama, maka ia sedang menghadapi situasi dridha-adridha, dan mungkin akan berhasil menyeberangi sungai, bila ia berenang dengan kekuatan penuh. Sedangkan bila arusnya lemah, maka karmanya adalah adridha, dan kemungkinan kecil ia akan terancam meskipun bukan perenang yang baik. 

Mengubah Karma Dengan Kehendak Bebas

Kehendak bebas juga berlaku di sini, seperti halnya di tempat lain melalui setiap keputusan yang dibuat, di mana, serta kapan, harus memasuki sungai, seberapa cepat harus berenang, juga gaya apa yang harus digunakan. Setiap tindakan dari kehendak bebas ini, akan mengubah garis nasib kehidupannya. 


Namun, bila menggunakan kehendak bebas sejak awal, maka kita bisa saja kehabisan tenaga tepat sebelum mencapai jeram, atau  mungkin mengetahui, bahwa sudah tidak memiliki tenaga lagi pada saat genting, ketika membutuhkan energi cadangan untuk mencoba “menipu” nasib itu sendiri.


Contohnya, Dalam dunia keuangan, investasi yang tidak bisa ditarik kembali, dengan membayar pokoknya, atau instrumen utang berjangka tetap memerlukan pembayaran kembali, hanya pada saat jatuh tempo, bukan sebelumnya. Sebelum melakukan investasi, kita dengan mudah menggunakan uang, serta bebas digunakan sesuai keinginan, tetapi setelah berinvestasi, kita telah mengunci diri sendiri, pada hasil pengembangan yang telah menjadi "takdir." Bank bisa saja bangkrut, teknologi mungkin berinovasi, suku bunga juga bisa meroket, dan pasar mungkin hancur, tetapi hasil investasi, atau pembayaran tersebut tetap akan terkunci. 


Sehingga hasil dari pengembangan tersebut sekarang secara efektif mirip sebagai yang "ditakdirkan", kecuali kita mampu menggunakan kehendak bebas tersebut untuk melakukan sesuatu, terhadap investasi atau pinjaman tersebut selama jangka waktunya. Namun, kita akan mengubah takdir keuangan,  bila bisa menjual investasi tersebut, atau membuat derivatif darinya, bahkan bila kita mampu melunasi pinjaman berbunga tinggi, dengan pinjaman bertingkat bunga lebih rendah. 


Tetapi apakah kita akan mampu membuat perubahan tersebut atau tidak, hal ini bergantung pada nilai inheren investasi atau utang, pasar yang berlaku, serta kondisi ekonomi umum, juga faktor-faktor terkait. Sedangkan seberapa mungkin peluang bagi kita untuk mampu membuat perubahan tersebut, tergantung pada takdir keuangan individu, inilah yang dimaksud sebagai ekspresi dari tingkat intensitas karma dalam hidup.


Memahami Derajat Intensitas Karma

Derajat intensitas karma serupa, juga berlaku di setiap alam keberadaan, disini kita gunakan contoh dalam lingkup kesehatan manusia. 

  • Karma Adridha, Individu akan menderita penyakit, yang akan hilang dengan sendirinya (kecuali bila ia menggunakan kehendak bebas, untuk melakukan sesuatu, guna memperkuat penyakit tersebut). 

  • Karma Dridha-adridha, mampu menyebabkan penyakit berkembang menjadi kronis, meskipun biasanya bisa dikendalikan melalui bantuan terapi intensif, namun cenderung memburuk bila diabaikan. 

  • Karma Dridha, cenderung menghasilkan kondisi tubuh menolak memberikan respons, bahkan terhadap pengobatan paling mumpuni sekalipun.


Jadi disini kita bisa memahami, bahwa faktor intensitas karma paling penting adalah kesadaran diri, kekuatan yang memungkinkan kita mampu mengidentifikasi diri dengan segala tindakan. Semakin kita sadar diri, maka semakin efektif menjadi individu. Manusia, memiliki kesadaran diri lebih tinggi dibandingkan makhluk hidup lainnya, sehingga akan lebih mampu mengidentifikasi diri melalui tindakan, secara sadar, penuh perhatian, serta penuh semangat. Hal ini memungkinkan kita untuk menabur, serta menuai lebih banyak, dibandingkan yang bisa dilakukan makhluk hidup lainnya.

Kesimpulan

Dengan adanya Tiga intensitas karma, yaitu Dridha (tetap), Dridha-Adridha (tetap-tidak tetap), dan Adridha (tidak tetap), menggambarkan bagaimana kekuatan karma, mampu mempengaruhi kehidupan manusia. Karma Dridha menciptakan peristiwa tidak bisa diubah, meskipun dengan usaha besar. Dridha-Adridha, lebih fleksibel, memungkinkan perubahan melalui usaha intensif. Sementara Adridha, paling ringan, karena bisa diubah dengan mudah.

Kehidupan manusia ibarat berenang menyeberangi sungai karma. Arus yang kuat mewakili Dridha, arus sedang adalah Dridha-Adridha, dan arus lemah adalah Adridha. Sedangkan kehendak bebas, menentukan cara kita menghadapi tantangan tersebut—memilih kapan, bagaimana, dan dengan cara apa kita bergerak.

Kesadaran diri menjadi kunci dalam mengelola intensitas karma. Semakin tinggi kesadaran diri, semakin besar kemampuan seseorang membuat pilihan, untuk menciptakan perubahan. Dengan memahami intensitas karma, kita mampu memanfaatkan kehendak bebas, untuk mengubah takdir.




Post a Comment

0 Comments