Rina Bandhana adalah ikatan karma yang menghubungkan semua makhluk. Hukum Karma tak terelakkan, bahkan bagi dewa serta Rsi. Kisah Rsi Durvasa dan Dewa Indra mengajarkan, baik takdir maupun kehendak bebas, berjalan beriringan, namun karma tetap menjadi penentu utama dalam kehidupan.
Rina Bandhana, atau ikatan karma, adalah konsep mendalam menjelaskan hubungan antara semua makhluk melalui Hukum Karma. Takdir serta kehendak bebas saling berinteraksi, tetapi karma tetap menjadi penentu utama dalam kehidupan. Kisah Rsi Durvasa, Dewa Indra, bersama burung beonya mengilustrasikan betapa karma, mampu mempengaruhi bahkan para dewa juga Rsi.
Tulisan kali ini mengeksplorasi bagaimana cara Rina Bandhana, dan Hukum Karma bekerja, juga mengapa memahami takdir, serta kehendak bebas sangat penting, untuk hidup lebih bijaksana. Mari kita belajar bersama, bagaimana karma membentuk kehidupan kita.
Keadilan Alam Dalam Hukum Karma
Mengetahui semua Rina Bandhana dengan semua makhluk adalah pekerjaan bagus, bahkan Ada sebuah ungkapan mengatakan, Bila anda tidak mampu menyayangi seseorang sebagai anak, maka akan menyayanginya sebagai binatang. Hal ini karena ikatan hutang karma antara Anda, dengan hewan tersebut. Apapun yang terjadi di dunia ini tidak lain karena rina bandhana.
Rina bandhana diciptakan serta dihancurkan sesuai amanat Hukum Karma. Meskipun ada pengecualian untuk hukum lainnya tapi jangan berpikir bahwa siapapun bisa dikecualikan dari Hukum Karma. Bahkan ketika Tuhan Sendiri turun ke Bumi, beliau juga harus tunduk pada Hukum Karma, jadi bagaimana dengan nasib Anda dan saya?
Bahkan para Rsi tidak luput pengaruh Hukum Karma. Contohnya Rsi Durvasa, merupakan putra dari Rsi Atri dengan Anasuya yang luar biasa, namun beliau memiliki kebiasaan selalu marah. sifat mudah marahnya ini adalah berkah Dewa Siwa, sehingga ketika merasa tidak senang kemudian menjelma menjadi kemarahan.
Rsi Durvasa mengutuk Shakuntala, gadis muda yang lalai ketika melayaninya saat datang meminta sedekah kepadanya. Satu-satunya kejahatan Shakuntala adalah karena begitu menyayangi suaminya, sehingga tidak mampu mengingat hal lain. Oleh karena kutukan tersebut, gadis itu dipisahkan dari suaminya selama bertahun-tahun. Tetapi akhirnya menyadari bahwa semua itu demi kebaikannya, namun betapa berat pelajaran yang diberikan.
Rsi Durvasa, Bala Melawan Kala
Namun, Rsi Durvasa akhirnya juga harus menemui arus karmanya sendiri. Dimana Raja Ambarisha dan istrinya sangat mencintai Sri Krishna, sehingga setiap hari Krishna datang sendiri, untuk memakan makanan yang mereka persembahkan kepada patung kecil Bala Gopala, atau Bayi Krishna.
Hingga suatu hari, Rsi Durvasa bersama ribuan pengikutnya, datang ke istana Ambarisha, untuk meminta makan malam. Berhubung Rsi Durvasa telah memiliki reputasi sangat buruk, maka setiap kali dia berada di kota, semua warga akan merasa merinding serta bergemetaran.
Ketika Ambarisha, beserta istrinya sedang sibuk memberi makan Krishna, Durvasa juga tiba di tempat kejadian. Ratu kemudian dengan sopan memberitahu Rsi Durvasa, “Maharaja, mohon tunggu sampai kami menidurkan Gopala, baru kemudian segera melayani Anda dengan baik.” Mendengar ini, Rsi Durvasa, yang sebenarnya datang untuk menguji Ambarisha, menjadi murka.
Raja Ambarisha berkata, “Maharaja, Anda memiliki rasa hormat sangat tinggi terhadap Tuhan, sehingga tidak seharusnya kehilangan kesabaran seperti ini.” Durvasa menggeram padanya, serta bertanya, “Siapakah Tuhanmu ini?” Tetapi apakah Rsi Durvasa tidak mengenal Ambarisha? Bagaimana mungkin dia bisa?
Karena dirinya datang menemui Ambarisha, penuh dengan ego akan bala (kekuasaan)-nya. Dimana Bala dan kala (siasat, tipu daya) jarang sekali dimiliki oleh satu individu. Sedangkan Ambarisha mengetahui bahwa posisi dirinya tidak mungkin menandingi kekuatan Durvasa, tetapi ia penuh siasat, Seperti biasa, siasat selalu menang.
Tiba-tiba dari patung kecil Krishna muncul senjata suci Dewa Wisnu, yaitu Cakra Sudarshana. Senjata itu melesat lurus ke arah Durvasa, kemudian memutuskan segera lari. Cakra tersebut terus mengejarnya melewati bukit, lembah, gurun serta hutan, bahkan melampaui ketiga dunia. Ketika tidak ada tempat tersisa untuk lari, Durvasa bersembunyi di sebuah danau. Cakra itu terus melayang di atas kepalanya, berdengung mengancam.
Kemudian Durvasa menyadari bahwa dirinya telah dikalahkan, kemudian berkata kepada Dewa Wisnu, “Saya salah, ya Tuhan. Mohon maafkan saya. Apa hukuman saya?” Dewa Wisnu berkata, “Hasil sepuluh ribu tahun pertapaanmu akan hilang? begitulah kisahnya. Meskipun sepuluh ribu tahun tidaklah berarti bagi Rsi Durvasa, yang telah mampu melakukan pertapaan jauh lebih lama. Namun, hal terburuk baginya adalah, harus mengakui kesalahannya.
Rahasia Tatapan Saturnus
Rsi Durvasa harus rela membayar mahal, karena telah menghina Ambarisha. Namun, Rsi Durvasa sendiri adalah pemuja besar Krishna; bagaimana mungkin bisa bermimpi menghina Krishna, atau para pemuja-Nya? Jawabannya sederhana: Itu adalah efek Saturnus. Ketika ‘tatapan’ Saturnus jatuh pada seseorang, biasanya hal itu menyebabkan mereka kesulitan, sering kali membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak akan pernah mereka lakukan, dalam keadaan normal.
Contohnya, Rsi Vasistha kehilangan seluruh putranya karena Saturnus. Karena Saturnus juga, Rsi Vishvamitra telah dua kali kehilangan manfaat pertapaannya selama ribuan tahun, karena jatuh kedalam pelukan apsara Menaka. Faktanya, salah satu hasil permainan asmara Vishvamitra, adalah lahirnya Shakuntala, kemudian dikutuk oleh Rsi Durvasa, sehingga terpisah dari suaminya. Lihatlah, bukankah permainan para Rsi benar-benar unik?
Perlu diketahui, bila Anda mampu sepenuhnya menaklukkan apa yang datang secara alami ini, maka Saturnus tidak memiliki pengaruh, sedangkan makhluk abadi seperti para Rsi, adalah mereka yang telah benar-benar mampu menaklukkan kodratnya sendiri, bila Anda menyadari, mengapa menurut cerita di atas, para Rsi masih terpengaruh oleh tatapan Saturnus?
Hal ini karena, bahkan keterikatan paling minimal dari Shakti Kundalini pada tubuh individu, justru mengganggu kemampuan seseorang untuk mampu mengendalikan kodratnya sendiri. Selama seorang Rsi masih ingin tetap berwujud, Kundalini harus tetap sedikit melekat pada tubuhnya, sehingga Saturnus, harus memberikan tatapannya pada setiap makhluk berwujud, ini tidak ada pengecualian.
Setiap orang di alam semesta terkadang harus goyah. Bahkan para Penguasa alam semesta, tetap harus tunduk pada Hukum Karma. Takdir mampu mempengaruhi setiap makhluk abadi, selama mereka masih tunduk terhadap ruang, waktu, serta sebab-akibat alam semesta, tidak peduli seberapa lemah, atau sementaranya keterikatan itu.
Vidhata Personifikasi Takdir
Mengetahui karma berarti mengetahui takdir, tetapi takdir bukanlah hal mudah untuk diketahui. Sebenarnya, bahkan kami juga ragu bahwa ada orang, yang benar-benar mengetahui takdir seutuhnya. Bahkan para dewa pun tidak mampu memahaminya. Ini bisa kita ketahui melalui kisah Dewa Indra dan burung beonya.
Dewa Indra punya seekor peliharaan burung beo. Suatu ketika mulai berpikir, “Pasti suatu hari nanti, burung beo kecilku, serta cantik ini, akan mati. Tapi kira-kira kapan hari tersebut tiba?” Pertanyaan ini mulai mengganggu pikirannya, pada akhirnya membuat Dewa Indra, membawa burung beonya pergi menemui Dewa Brahma, Sang Pencipta. Indra bertanya kepada Brahma, “Tuhan agung, kapan burung beo kesayanganku akan mati?” Dewa Brahma menjawab, “Maaf, Indra, aku hanyalah Pencipta. Aku tidak tahu tentang hal-hal seperti kematian. Tapi sekarang aku sendiri menjadi penasaran, sebaiknya kita pergi, menanyakannya kepada Dewa Wisnu.
Dewa Indra, burung beo, beserta Dewa Brahma pergi menemui Dewa Wisnu. Kemudian menanyakan pertanyaan yang sama, kepada Sang Pemelihara Kosmos. Tapi Dewa Wisnu menjawab, “Aku hanyalah Pemelihara; sehingga tidak tahu apa-apa mengenai penghancuran. Untuk itu kita harus pergi menemui Dewa Siwa.”
Keempatnya bergegas pergi untuk mengajukan pertanyaan itu kepada Dewa Siwa. Tetapi Siwa menjawab, “Meskipun benar bahwa Akulah Sang Penghancur, sebenarnya Aku tidak melakukan apa pun atas inisiatif-Ku sendiri. Aku hanya bertindak sesuai takdir. Ketika sudah tertulis dalam takdir, bahwa waktunya telah tiba bagi seseorang, maka Aku akan menjemputnya. Bila ingin tahu kapan burung beo tersebut meninggal, kita harus bertanya kepada Vidhata.
Dewa Indra, burung beo, Brahma, Wisnu, beserta Siwa pun pergi ke kediaman Vidhata, Sang Personifikasi Takdir. Begitu memasuki kediamannya, mereka langsung mengajukan pertanyaan, tetapi Vidhata hanya berkata kepada mereka, “Lihatlah burung beo itu.” mereka melihat burung itu sudah tergeletak mati di atas punggungnya, kaki-kaki kecilnya menjulur ke atas, serta terlihat menyedihkan. Terkejut karena hal tersebut, keempat dewa itu meminta penjelasan.
Vidhata memberi tahu mereka, “Telah tertulis bahwa burung itu akan mati hanya bila ia (burung beo), Indra, Brahma, Wisnu, dan Siwa, semuanya berjumpa dengan-Ku pada waktu bersamaan. Ini adalah satu-satunya cara, agar prasyarat kematiannya bisa terpenuhi. Karena waktu kematian burung beo tersebut telah tiba, maka Anda semua, memperoleh ide, serta datang untuk bertanya. Namun, apakah Anda semua mengabaikan pikiran, bahwa burung beo tersebut tidak seharusnya mati? Begitulah kisahnya, Dewa Indra bersama Trinitas memperoleh pelajaran berharga, sehingga harus pulang tanpa membawa burung beo.
Mengendalikan Sifat Bawaan
Namun, apakah bertanya merupakan kewajaran bagi Dewa Indra? Tentu saja, meskipun menurut sudut pandang surgawi, Dewa Indra adalah raja para dewa, tetapi dalam konteks tubuh manusia, beliau mewakili indriya, berarti organ indera. Sedangkan apa yang seluruh organ indera lakukan sepanjang hari adalah bertanya. Mereka selalu melihat ke luar untuk mendengar, menyentuh, melihat, merasakan, serta mencium apa yang sedang terjadi.
Bila bertanya bukanlah kewajaran bagi organ indera, maka kami tidak tahu apa itu. Bila Dewa Indra mampu mengendalikan sifat bawaannya sendiri, tentunya harus menanyakan pada dirinya sendiri, mengapa menanyakan kematian burung beonya tersebut pada dirinya sendiri. Dengan begitu, ia mungkin masih memiliki burung itu.
Jangan lupa: bahwa indra yang telah mampu ditaklukkan adalah teman, sedangkan indra yang belum ditaklukkan, adalah membiarkan indera melakukan apapun yang individu inginkan, sehingga akan menyalahkan ketelanjangan seseorang dihadapannya, sebagai penyebab bangkitnya nafsunya, dimana sebenarnya datang secara alami kepada inderanya sendiri, sehingga itu menjadi musuhnya.
Meskipun ada hal seperti kehendak bebas di dunia, tetapi terkadang ketika karma telah menjadi sangat terkonsentrasi, maka hanya ada sedikit ruang bagi kehendak bebas bisa bekerja. Bila tidak demikian, bagaimana para astrolog mampu memprediksi masa depan secara akurat, dimana kami percaya bahwa mereka pasti bisa.
Kesimpulan
Rina Bandhana, atau ikatan karma, adalah konsep yang menjelaskan hubungan tak terpisahkan, antara semua makhluk melalui Hukum Karma. Takdir serta kehendak bebas saling berinteraksi, tetapi karma tetap menjadi penentu utama dalam kehidupan.
Kisah Rsi Durvasa, dimana harus menghadapi konsekuensi karmanya setelah menghina Ambarisha, menunjukkan bahwa tindakan para Rsi, bahkan dewa, tidak luput pengaruh Hukum Karma. Demikian pula, kisah Dewa Indra bersama burung beonya, mengajarkan bahwa takdir seringkali melampaui pemahaman, bahkan oleh para dewa sekalipun.
Hukum Karma tidak mengenal pengecualian, dimana setiap tindakan, pikiran, serta emosi memiliki konsekuensi karmanya sendiri. Namun, dalam ketatnya kerangka karma, masih ada ruang untuk kehendak bebas.
Dengan memahami Rina Bandhana dan Hukum Karma, kita bisa belajar hidup lebih bijaksana, menghindari tindakan merugikan, juga menciptakan karma baik. Pengetahuan ini membantu kita menerima takdir, sambil tetap berusaha mengubah nasib melalui tindakan positif. Dengan demikian, kita mampu mencapai harmoni kehidupan, serta hubungan dengan sesama makhluk.
0 Comments
"Terima kasih banyak telah meninggalkan komentar di blog kami! Kami sangat menghargai partisipasi Anda. Komentar Anda membantu kami untuk terus berkembang dan memberikan konten terbaik. Kami akan segera membalasnya begitu kami online. Tetaplah terhubung dan terus berbagi pemikiran Anda!"