Mekanisme Karma: Rahasia Inkarnasi dan Jejak Kehidupan

Mekanisme Karma: Rahasia Inkarnasi dan Jejak Kehidupan

Setiap tindakan meninggalkan jejak karma yang menentukan perjalanan jiwa. Melalui keseimbangan tiga guna, kita dapat membebaskan diri dari ikatan maya.


Mekanisme karma adalah misteri yang melibatkan perjalanan jiwa, jejak tindakan, serta dampak mendalam pada kelahiran kembali. Setiap tindakan menciptakan residu karma, menyimpan samskara (jejak disposisional) juga vasana (kesan sisa), ini akan membentuk pengalaman hidup selanjutnya. 


Alam menghalangi kita mengingat kehidupan lampau agar tidak terbebani kesalahan masa lalu. Namun, jejak karma ini menentukan sifat kelahiran kita—entah sebagai manusia, hewan, atau entitas lainnya. Melalui keseimbangan tiga guna (sattva, rajas, tamas), karma mampu mengikat atau membebaskan kesadaran. Tulisan kali ini mengupas bagaimana citra, karma, juga guna dalam mempengaruhi perjalanan jiwa, serta memahami kebenaran absolut.

Tempat Penyimpanan Karma

Dharmasastra begitu bersemangat menyajikan sistem pembalasan, sehingga kurang memperhatikan pertanyaan mendesak lainnya, yaitu teknik penyimpanan karma, sebagai penyebab terjadinya kelahiran kembali. Sistem Yoga Patanjali mengajarkan, bahwa setiap tindakan disengaja menciptakan residu karma, atau karmashaya, yang akan sesuai dengan dharma, atau adharma. Setiap residu memiliki berbagai samskara atau jejak disposisional, menghasilkan banyak buah karma, termasuk dua jenis vasana atau kesan sisa. 


Vasana pertama, menyimpan ingatan akan tindakan tersebut,  sedangkan vasana lainnya, menghasilkan klesha atau penderitaan. Konsepsi umumnya sering salah ini, menyebabkan individu tetap terikat pada karmanya, serta mendorong untuk menciptakan sisa karma lebih lanjut. 


Bahkan ingatan akan inkarnasi parsial, mampu membuat individu lebih terikat pada kesalahan, bila tidak mampu mencerna pengalamannya sendiri, itulah sebabnya mengapa Alam, biasanya tidak mengizinkan kita mengingat kehidupan di masa lampau, sampai tidak berada dalam bahaya karena kewalahan olehnya.


Ketika seseorang meninggal, jiwanya atau jumlah dari sisa karma tidak aktifnya, samskara, juga vasana melekat padanya, akan dikumpulkan dalam bidang kesadarannya, bersiap untuk kelahiran kembali. Residu karma tersebut akan menentukan jati atau jenis tubuh (menjadi manusia atau binatang), ayus (umur), dan jenis bhoga (kesenangan atau kesakitan) yang akan dinikmati, oleh tubuh baru tersebut selama hidupnya, seiring dengan setiap residu matang (vipaka) untuk memberikannya buah karma. 

Membentuk Buah Karma

Sedangkan sifat buah karma individu, sangat bergantung pada kemampuannya menggunakan ahamkara, untuk mengidentifikasi seluruh tindakannya, pada gilirannya bergantung pada keseimbangan relatif dari Tiga Guna, dalam kepribadian individu. Sampai individu mampu sepenuhnya mengidentifikasi dirinya dengan Purusha Mutlak, kesadarannya sebagai manusia hanyalah sebuah substansi, sebagai bentuk materi memiliki guna. 


Materi ini akan berinteraksi dengan bentuk materi lain, baik untuk mengikat kesadaran murni lebih kuat, terhadap persepsi tidak akurat, atau melepaskannya sedikit, sehingga mampu bersinar bebas dengan mencungkil ikatan tersebut. Ketika sattva mendominasi, maka seseorang akan mampu melakukan karma tanpa terikat pada hasilnya. Orang bertindak karena nafsu, dibutakan oleh keinginan, memperlihatkan dominasi rajas, sementara tamas mendominasi pada mereka, bertindak tanpa berpikir. 

Melepaskan Diri Dari Tiga Guna

Hanya mereka yang pikirannya hanya terpaku pada Tuhan, tetap tidak tersentuh oleh Tiga Guna. Dalam percakapan di Purana tertinggi, yaitu Shrimad Bhagavata, “Shastra yang dipelajari oleh individu, air yang digunakannya, orang-orang yang bergaul dengannya, tempat di mana seseorang biasanya ditemukan, waktu yang disukainya, karma yang dilakukannya, sakramen yang diterimanya, objek perenungannya, mantra yang diinisiasinya, jenis pemurnian yang dipraktikkannya—seluruhnya akan mempengaruhi guna nya”


Citra-citra yang ada di antara kita, akan terbentuk ketika pola guna dikalikan oleh ingatan-ingatan, dihasilkan oleh vasana, serta konsep-konsep terkait dengannya, baik salah atau tidak. Citra-citra tersebut bisa lemah atau kuat, spiritual atau duniawi, altruistik atau egois, kreatif atau destruktif, intelektual atau emosional, sensual atau suci. 


Setiap individu, masing-masing terus-menerus memunculkan bentuk-bentuk pikiran, saat menarik bentuk-bentuk pikiran, dari individu lainnya. Citra-citra serupa akan beresonansi, juga saling memperkuat menurut hukum tarik-menarik universal. Kemiripan terus meningkatkan kemiripan, sehingga kekuatan citranya menjadi begitu kuat, membuat tekanannya terhadap pikiran tidak mampu ditahannya lagi. 


Ketika diproyeksikan, pemilik citra akan memerankan citra itu di dunia "nyata". Setiap orang mampu dirasuki oleh citra-citra mereka sendiri, oleh citra-citra keluarga mereka (diperkuat oleh genetika bersama), oleh mereka yang berkumpul dalam atmosfer psikis di lingkungan keluarga, lokal, dan nasional, bahkan oleh kombinasi dari keseluruhan hal tersebut di atas. Citra-citra mampu menjadi begitu kuat, sehingga mampu menyebarkan diri, dari satu generasi ke generasi lainnya.


Setelah sebuah citra tercipta, maka itu tidak bisa dihancurkan; representasi fisiknya akan hancur, energinya bisa menghilang atau luntur, tetapi nama serta bentuknya, tidak akan lenyap sampai alam semesta lenyap. Meskipun sebagian besar orang modern menganggap benda-benda material sebagai nyata, tapi benda-benda tersebut bisa dihancurkan dalam beberapa momen. Sedangkan, imajinasi, ingatan, serta ciptaan dari pikiran lainnya, benar-benar nyata. 

Hubungan Identifikasi Diri Dan Inkarnasi

Segala sesuatu yang pernah dipikirkan, dibayangkan, atau dilakukan, telah meninggalkan jejaknya di kosmos, serta bisa diingat kembali oleh siapa pun mengetahui cara mengingatnya. Inkarnasi sebelumnya juga bisa diingat, meskipun tidak ada jaminan, bahwa apapun ingatan Anda adalah "benar-benar" terjadi. Inkarnasi yang "diingat" mungkin juga merupakan gambar dari imajinasi Anda, gambar dari imajinasi orang lain, gambar dari "kehidupan" makhluk arketipe, atau pengalaman inkarnasi leluhur.


Contoh luar biasa mengenai hubungan misterius, antara identifikasi diri dengan inkarnasi, muncul dalam kompendium, dikenal sebagai Yoga Vasistha. Ada seorang pencari spiritual tertentu, telah memurnikan pikirannya melalui meditasi, sehingga memperoleh kekuatan untuk mewujudkan pikirannya. Suatu hari ketika lelah bermeditasi, ia mulai membayangkan dirinya sebagai seorang buta huruf, dan langsung menjadi kenyataan. 


Sementara itu ada Makhluk mimpi, merasa memiliki nama sebagai Jivata, mengembara dalam dunia mimpinya hingga suatu hari ia mabuk dan tertidur. Saat tidur, Jivata bermimpi menjadi seorang Brahmana, kemudian bermimpi menjadi seorang raja, menjadi seorang kaisar, menjadi Apsara (gadis penari surgawi), menjadi seekor rusa, menjadi tanaman merambat, menjadi sebagai seekor lebah, yang mulai meminum nektar dari bunga tanaman merambat itu sendiri. 


Lebah itu kemudian melihat seekor gajah, dan merenungkannya, ia berubah menjadi seekor gajah, lalu ditangkap oleh seorang raja. Ketika gajah itu melihat segerombolan lebah, ia teringat akan kelahirannya di masa lalu, kemudian berubah kembali menjadi seekor lebah, menjadi tanaman merambat, dan menjadi seekor angsa. Ketika sang pencari spiritual sedang bermeditasi pada angsa itu, kematian menjemputnya, dan kesadarannya memasuki tubuh angsa itu. 


Ketika angsa melihat Rudra (dewa kematian dan transformasi), ia berpikir, "Akulah Rudra," dan berubah menjadi Rudra, kemudian pergi ke tempat tinggal-Nya, dan menyadari apa yang telah terjadi. Rudra pergi ke tempat dimana tubuh sang pencari spiritual masih terbaring, lalu menghidupkannya kembali, saat itulah sang pencari spiritual melihat, bahwa sebenarnya dirinya adalah Rudra, serta mulai mengingat seluruh petualangan yang telah terjadi. 


Ketika Rudra dan Sang pencari spiritual itu menghidupkan kembali Jivata, mereka bertiga menyadari, bahwa mereka semua sebenarnya adalah satu. Ketika mereka menghidupkan Brahmana, raja, angsa, serta lainnya, mereka semua memahami kebenaran, bahwa mereka semua sama, semuanya adalah Rudra. 


Kemudian Rudra, mengetahui sepenuhnya jati diri-Nya sebagai Rudra, kemudian mengirim mereka semua kembali ke dunia, untuk kembali memainkan perannya dalam drama maya agung, hingga suatu saat mereka akan kembali kepada-Nya, di akhir keberadaan yang tampaknya bersifat individu.

Kesimpulan

Mekanisme karma adalah proses kompleks, menghubungkan tindakan, jejak karma, juga kelahiran kembali. Setiap tindakan menciptakan samskara, serta vasana, untuk membentuk pengalaman hidup berikutnya. Alam membatasi ingatan kehidupan lampau, untuk melindungi jiwa dari beban emosional berlebihan. Namun, jejak karma mempengaruhi jenis tubuh, umur, serta pengalaman hidup kita.

Keseimbangan tiga guna—sattva, rajas, dan tamas—berperan penting dalam menentukan, apakah tindakan kita mengikat, atau justru membebaskan kesadaran. Orang yang mendominasi sattva, bertindak tanpa terikat hasil, sementara rajas dan tamas, mengarahkan pada nafsu serta kebodohan.

Citra, begitu juga pikiran, memainkan peran besar dalam perjalanan karma, memperkuat resonansi melalui hukum tarik-menarik universal. Pada akhirnya, hanya dengan memahami diri sejati sebagai Purusha yang mutlak, seseorang mampu membebaskan dirinya, dari lingkaran karma, serta menemukan kebenaran absolut.



Post a Comment

0 Comments